Aku beranjak dari tempat tidur, mengikat rambutku ke atas, dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Aku menyiram sekujur badanku dengan air hangat dari shower, dan mengambil sabun untuk mengusap-usap semua tubuhku. Aroma sabun yang harum dan siraman air yang hangat, cukup menyegarkan dan perlahan menghilangkan semua rasa lunglaiku.
Aku kembali memikirkan Andre, tentu ia mau untuk membersihkan bagian punggungku. Aku memanggil Andre untuk menghampiriku, dan memintanya untuk menyabun punggungku yang sudah basah tersiram air. Andre dengan sigapnya datang, melepaskan handuknya, dan menggantungkannya di dinding.
Ia pun perlahan mulai menggosok-gosok punggungku, bahuku dan leherku dengan sabun. Ketiakku pun diusap-usapnya, tanpa ada yang terlewatkan. Aku mulai merasa lucu, geli dan ha..ha..ha.., aku tertawa. Kemudian ia juga beralih mengusap-usap kedua pantatku, bagian belakang pahaku, dan…. selangkanganku. Tetap dari belakang, ia juga mulai mengusap-usap kedua buah dadaku, sambil menjilat-jilat lenganku, lalu leherku dan ketiakku. Aku tertawa kecil dan geli. Suara semprotan air dari shower membuatku harus berucap semakin keras, sambil tertawa lebih keras juga.
Masih dari belakang, ia dengan perlahan kemudian ia mulai menggosok-gosok kemaluanku. Aku semakin tertawa, namun kali ini gairahku mulai bangkit kembali. Aku merasakan kemaluannya menyentuh paha kanan dan paha kiriku secara bergantian. Rasanya hangat yang aku rasa, pun bergantian dengan rasa hangat air shower yang mengalir. Tanganku kujulurkan ke belakang, dan sambil meraba-raba, akhirnya aku menggapai kemaluan Andre yang mulai mengeras. Kedua tanganku menggosok-gosoknya dengan busa sabun yang tersisa ditubuhku, bergantian batang kemaluannya dan kedua bolanya. Kemaluannya pun semakin mengeras, aku mendengar suara Andre mulai merintih nikmat.
Masih dibawah semprotan air shower yang hangat, kuputar bandanku agar Andre semakin gampang untuk membersihkan kembali bagian depan tubuhku. Aku memutar badanku, sambil mengarahkan pandangan ke pintu kamar mandi yang memang tidak ditutup Andre. Aku terkejut melihat Tina dan suamiku yang keduanya telanjang, telah berada di atas ranjang tempat kami tadi bercinta.
Aku melihat suamiku sedang menindih Tina dan menggesek-gesekkan batang kemaluannya kedalam kemaluan Tina. Raut wajah Tina meringis-ringis tanpa hentinya. Tangannya sejenak terlentang, kemudian menggenggam bagian samping tubuh suamiku, seperti hendak mencengkeramnya tanpa lepas. Suamiku mengangkat bahunya, meremas-remas kedua buah dada Tina yang ranum dengan keras, dan mengayun-ayunkan pinggangnya menghantam perut Tina yang rata dan tubuhnya yang ramping. Wajah Tina kulihat terus mengerang, dan nafas suamikupun dengan samar kudengar terengah-engah. Wajah suamiku penuh dengan semangat dan birahi, wajah bergairah yang sangat aku kenal. Matanya tak pernah lepas dari paras wajah Tina yang cantik, sekali-sekali kedua tangannya pun meremas kedua lengan dan bahu Tina.
Andre lalu mendorong perlahan tubuhku ke dinding kamar mandi. Ia tidak begitu peduli dengan Tina dan suamiku. Aku dan Andre pun semakin rapat berhadapan-hadapan sekarang, dan aku melihat wajah Andre yang semakin bangkit gairahnya. Aku menggeser-geser posisi berdiriku, hingga Tina dan suamiku tetap jelas kupandang melalui pintu kamar mandi. Andre melumat bibirku yang masih basah karna percikan air shower. Tapi pandanganku tak mau kulepaskan dari melihat betapa semangatnya suamiku menggenjot Tina. Andre menurunkan kepalanya dan menjilat-jilat dan meremas-remas kedua buah dadaku secara bergantian.
Badanku menggeliat dengan hebat, nafsuku semakin meningkat melihat suamiku yang semakin cepat menggesek-gesekkan kemaluannya didalam kemaluan Tina. Aku sudah tidak peduli lagi dengan shower yang tetap menyirami sebagian tubuh kami. Darahku mengalir dengan keras, dan jantungku berdetak juga dengan semakin keras.
Tanpa aba-aba, tanpa perintah, Andre menusukku dari depan dengan posisi berdiri. Aaaghhh!!! Aku merasa tusukan itu terlalu tajam menikam, mungkin karna kemaluanku masih terlalu rapat karna aliran air dari shower. “Pelan Andre…pelan Andre…” lirihku. Andre menusuk-nusuk kemaluannya dengan perlahan, dan aku melingkarkan kedua tanganku ke tubuh Andre, aku memeluknya dengan semakin rapat. Tubuh Andre yang cukup tinggi membuat ia leluasa untuk menggesek-gesekkan kemaluannya, ia menggesek-gesek dengan semakin cepat.
Aku melihat dan mendengar suamiku berteriak keras, “Agh..agh…agh…” Suara air dari shower yang menyirami tubuh kami menutupi suara Tina yang merintih, aku hanya melihat paras cantiknya yang menikmati hantaman ayunan kedua paha suamiku.
Mendengar suamiku berteriak, Andre semakin keras menggesek-gesekan batang kemaluannya ke dalam kemaluanku. Kedua tanganku pun kualihkan untuk meremas-remas pantat Andre, ia semakin bersemangat mengayun-ayunkan pantatnya.
Seluruh tubuhku mengejang, aku merasakan kedua buah dadaku juga yang mengencang, dan kakiku yang mulai gemetar. Kemaluanku pun berkontraksi dengan cepatnya, merasakan nikmatnya tusukan kemaluan Andre yang semakin mengencang. Lama Andre menggesek, hingga akhirnya aku sudah tak tahan lagi, dan aku berteriak, “papah…papah…papah…” dan Andre dengan suara keras tertahan juga juga merintih “oh….oh….oh…” Crot…crot…crot.., kupeluk Andre dengan eratnya, dan kami kembali mencapai puncak kenikmatan secara bersamaan.
Aku kemudian lemas, gemetar, dan segera menuju toilet. Kurebahkan toilet seat, dan aku terduduk di situ. Lututku masih gemetar, badanku terasa lemas, dan aku tak mau untuk duduk lebih lama lagi, aku ingin segera merebahkan tubuhkku ke tempat tidur.
Aku mengambil handuk, membalut tubuhku dan menuju tempat tidur. Melihat aku datang, Tina tersipu malu, berdiri dan berlari kecil menuju kamar sebelah. Suamiku mengikutinya dan mengejar dari belakang. Aku tertawa lebar melihat tingkah laku suamiku yang sedang telanjang mengejar Tina yang telanjang pula. Mereka pun tertawa cekikikan di kamar sebelah. “Ha—ha…ha…papa lucu banget deh lari-lari telanjang gitu…” candaku dengan suara keras, sambil merebahkan tubuhku ke tempat tidur.
Tanpa terasa kami sudah menghabiskan waktu selama hampir 6 jam di condotel. Setelah mandi dan berpakaian kembali seperti semula, kami semua duduk di sofa ruang tamu dengan posisi yang sama seperti awal kedatangan Tina dan Andre. Tidak begitu banyak yang kami bicarakan, karna Andre sudah mengawali kalau mereka harus segera pergi dan mengantar Tina ke kostnya untuk mengerjakan beberapa tugas kuliahnya. Aku dan suamiku tidak berusaha untuk menghalangi mereka, karna kami juga ingin segera untuk pulang ke rumah.
Aku mengamati Tina mulai ia keluar dari kamar, duduk kembali di sofa panjang, hingga dia berjalan keluar condotel. Anak ini cantiknya alami, tidak banyak menggunakan make-up, tubuhnya ramping dengan tinggi yang selaras, mungkin 160 cm, lebih tinggi dari data yang diberikan Andre. Pakaiannya juga sederhana, tidak menunjukkan kesan kemewahan. Menurutku ia mahasiswi yang smart, yang pandai mengatur diri dan semua jadwal dan kegiatan kuliahnya. Sejak awal pertemuan pertama makan siang di kawasan Setia Budi, ia selalu mengedepankan tata krama, berbahasa yang baik, dan santun kepada kami yang lebih tua. Ia pamit dengan sopan. Aku merasa seolah ia pamit dan tidak mengharapkan untuk berjumpa kembali. Sungguh, aku tidak mau kehilangan Tina.
Tidak lama kemudian, kami pun beranjak untuk pulang. Di mobil, aku duduk terkulai disamping suamiku yang dengan tenang mengendarai mobil di jalan yang sudah mulai lancar. Ada raut kecerahan di wajah suamiku, senyumnya yang sumringah dan matanya yang memandang panjang kedepan dengan santai.
“Wah, papa kelihatan rileks sekali malam ini…” guyonku, yang disambutnya “ya, kan semuanya berjalan sukses, yo, heppilah…ha..ha..” Perjalanan kami pulang ke rumah begitu lancar dan santai, tidak seperti ketika kami datang.
Kami segera memasuki pekarangan rumah, dan membahas soal taman depan dan teras, seolah menghilangkan apa yang baru terjadi. Kami segera menemui anak-anak kami, yang sudah lama menunggu.
Setelah makan malam bersama keluarga dan nonton TV bareng sejenak dengan anak-anak, kami berdua menuju kamar untuk tidur. Kami membiarkan kedua anak kami untuk tetap menonton TV sebelum waktu tidur mereka tiba.
Malam itu kami tertawa terus. Suamiku bercerita tentang Tina yang semula agak kaku dan malu-malu, akhirnya menjadi hangat setelah mereka hanya berdua di ranjang. Suamiku juga menjelaskan bagaimana tubuhnya yang harum dengan kedua buah dadanya yang ranum dan berdiri keras menantang, perutnya yang rata, semuanya mengundang nafsu birahi suamiku. Badannya bersih dan wangi, karna mungkin Tina sudah siap dari awal untuk melayani suamiku. Ulasan suamiku tentang tubuhnya yang ramping dan gampang diangkat-angkat, kemaluannya yang sempit, merupakan sesuatu yang sedikit menggelikan bagi aku. Aku merasa yakin kalau suamiku benar-benar menikmati tubuh Tina.
Aku tidak tersinggung, atau cemburu atau merasa rendah diri dengan semua cerita suamiku. Aku selalu tersenyum setiap kali ia bercerita mengagumi Tina. Aku malah berseloroh “Cocok ya pilihan papa diantara ketiga gambar ABG yang disodorkan Andre..”. Ya pasti bedalah, aku harus mengakuinya pula. Tina hampir dua puluh tahun lebih muda dari pada aku, dan dia belum pernah melahirkan.
Selaku perempuan, aku menilai Tina memang menarik. Tubuhnya yang ramping dan tidak berlemak membuat ia gesit dan lincah dalam berjalan dan bergerak. Kulitnya yang hampir sawo matang merupakan daya tarik sendiri bagiku. Suamiku sendiri tidak banyak mengomentari masalah kulit dan warna. Ia menyukai kulit wanita muda yang bersih, sehat, mulus dan tanpa goresan atau coretan tato. Itu semua terpenuhi dari Tina.
Aku bertanya apakah suamiku menjilat-jilat kemaluan Tina. Suamiku menjawab dengan gamblang “ya…., tapi cuma sebentar mah, mungkin dua atau tiga menit…mata Tina langsung berbinar-binar dan merintih nikmat”, karna Tina merasa geli sekali dengan jilatan dan tubuhnya cepat menggeliat dan kemaluannya menjadi basah dengan jilatan suamiku yang hanya sebentar. “Terlihat nyaris segaris, berbulu halus dan rapi..” itu komentar lain dari suamiku tentang kemaluan Tina.
Malahan Tina yang kemudian antusias untuk mengisap-isap kemaluan suamiku. Ia suka memengang, mempermainkan, mencium dan menjilat-jilat seluruh batang kemaluan suamiku dan kedua bolanya selama hampir sepuluh menit, hingga akhirnya suamiku sudah tidak tahan lagi lalu mulai melakukan penetrasi. Ia juga suka mengikuti semua kemauan suamiku, entah dengan gaya apa saja, tanpa ada keluhan sedikit pun.
Dari semua cerita suamiku, aku yakin Tina juga sangat menikmati persetubuhan dengan suamiku. Ia sudah melakukan semua yang suamiku inginkan. Masih terngiang di telingaku bagaimana Tina lama merintih nikmat di kamar sebelah. Aku tau kalau itu suara yang keluar bukan karna rekayasa atau basa-basi. Aku juga sepintas mengamati raut wajah Tina yang meringis kenikmatan waktu dia digenjot terus menerus oleh suamiku di ranjang, ketika aku dan Andre sedang bersenggama di kamar mandi. Tina hebat, dia tidak hanya melayani, tapi juga menikmatinya.
Entah bagaimana aku harus menjelaskannya, tapi aku merasa senang dengan kepuasan sex suamiku yang tercapai dengan Tina. Ia bahkan bisa bermain sebanyak tiga kali dalam waktu kira-kira 5 jam, hal yang bisa ia lakukan hanya pada 6 bulan pertama pernikahan kami. Biarlah…, karna aku yakin kalau itu tidak akan lebih dari sex, karna typikal suamiku yang family-man, sangat dekat dengan keluarga, terutama dengan anak-anak kami.
Setelah puas saling bercerita, akhirnya kami tertidur dengan pulas. Tengah malam beberapa kali aku terbangun sebentar mendengar suamiku yang ngorok, kebiasaannya kalau sudah terlalu lelah. Tapi malam itu aku benar-benar cepat tertidur pulas kembali setelah terbangun sejenak.
Pagi esoknya aku kembali merasa horny, gairah sex ku muncul lagi, seperti ada sesuatu yang tersisa, dan harus tertuntaskan. Aku meraba-raba dada suamiku sambil memeluknya, lalu aku juga meraba-raba kemaluannya. Ia terbangun dan hanya tersenyum perlahan, tapi kemudian kemaluannya pun mulai mengeras, tidak seperti biasanya.
Aku kembali memeluk suamiku dan memainkan puting dadanya, wah.. ternyata kedua putingnya pun mulai mengejang. Aku mengisap-isap puting dada suamiku dan meraba-raba batang kemaluannya yang semakin mengeras. Suamiku mulai tertawa kecil, dan aku tau itu sudah saatnya untuk kami mulai bersenggama.
Dengan cepat aku menyingkap semua gaun malamku, dan perlahan aku menarik kebawah piyama suamiku. Ia mengangkat pinggangnya, membantuku melucuti piyamanya. Oh..sudah mulai semangat, gumamku.
Aku bangkit lalu menaiki suamiku. Perlahan aku mengangkat pinggangku dan mengarahkan batang kemaluannya kedalam kemaluanku. “Bles…” batang kemaluan itu masuk seperti biasanya. Aku mulai memaju-mundurkan pinggangku sambil menggesek-gesekkan batang kemaluan suamiku yang sudah masuk mengeras kedalam kemaluanku. Sekali-sekali aku sambil memutar-mutar pinggangku hingga batang kemaluan suamiku menyentuh semua sisi didalam kemaluanku.
Lama aku menggoyang dan memutar-mutar pinggangku, hingga tubuhku mulai bermandi keringat, namun aku semakin merasakan kenikmatan sex yang kian memuncak. Suamiku tetap berbaring dibawah sambil sedikit-sedikit menggerakkan pinggangnya. “Waduh, papa manja amat..” selorohku sambil tertawa. Suamiku pun tersenyum nikmat sambil mulai mempercepat gerakan pinggangnya. Aku merasakan gairah suamiku yang sangat hebat pagi ini, aku menikmati juga batang kemaluannya yang sedikit lebih keras dari pada biasanya. Perlahan kemudian suamiku mulai merintih ngilu, aku memperlambat goyanganku agar ia juga tidak terlalu cepat untuk keluar.
Aku mencabutnya sejenak sambil mengamati batang kemaluannya. Tetap keras dan basah dari cairan kemaluanku, lalu ia meminta untuk memasukkannya kembali. Aku mengambil tisu untuk mengeringkan sebagian cairan kemaluanku yang ada di batang kemaluannya, kemudian memasukkan kembali kemaluannya dengan perlahan, dan mulai menggoyang-goyangkan kembali pinggangku. Kemudian suamiku pun bergairah sekali, ia memijat-mijat punggungku, pantatku dengan kedua tangannya, dan kembali merintih dengan lebih keras, dan aku juga mempercepat gerakanku. Masih dalam keadaan bersetubuh, tiba-tiba dengan lincah suamiku beranjak dan membalikkan tubuhnya sambil memutar tubuhku. Kini ia berada di posisi atasku, menindihku, dan ia menggenjotku terus dengan keras dan semakin cepat. Nafasnya semakin terengah-engah mendesah nikmat, dan mulai berteriak… hingga akhirnya… “Aduh mah…ayo mah…aku udah mau keluar…ayo mah…” dan… “crot..crot..crot..” akhirnya kami keluar bersamaan. Begitu puasnya aku melayani suamiku pagi ini.
“Mah, liat mama kemaren digenjot terus sama Andre, aku kok jadi semakin semakin nafsu liat mama ya? seperti liat mama waktu kita masih pacaran…”
“Aku juga ya pah, Tina sungguh beruntung bisa gulat mesra dengan papa kemaren, aku jadi pengen sekali…” Wkwkwk…aku tertawa geli sambil merebahkan diri dan berbaring kembali disampingnya.