mamaku yang bahenol part 3

Sekitar pukul setengah satu siang Kak Indah tiba dirumah kami, ya rumah Kak Indah juga tentunya, karena dirumah ini pula Kak Indah menghabiskan masa kecilnya hingga dewasa dan kemudian menikah. Lalu akhirnya diboyong oleh suaminya untuk tinggal disebuah perumahan dikawasan Bogor.

Orang bilang wajah Kak Indah mirip mama, yang tentu saja cantik, hanya saja Kak Indah lebih tinggi sedikit dari mama, karena tinggi Kak Indah sekitar 170cm, dan tubuh Kak Indah tidak sebesar dan semontok mama, walau tidak juga bisa dikatakan kurus, karena berat Kak Indah sekitar 65 kg. Aku tau persis angka-angka itu karena sekitar setahun lalu pernah mengantar Kak Indah membuat paspor dikantor imigrasi untuk keperluan umroh, dan kebetulan aku membantu Kak Indah mengisi data pada formulir pendaftarannya, termasuk tinggi dan berat badan juga dicantumkan disitu.

“Kamu nyupir sendiri in…?” tanya mama, setelah menerima cium tangan dari Kak Indah.

“Iya ma… ya siapa lagi yang mau nyupirin, Mas Mirza kan ke Semarang…” jawab Kak Indah, sambil meletakan beberapa kardus yang dibungkus plastik warna putih diatas meja makan.

“Bolu tales… kesukaan mama..” ujar Kak Indah, yang saat itu mengenakan gamis terusan berwarna hitam dengan motif daun, serta kepalanya dibalut jilbab panjang berwarna hijau tua.

“Repot-repot banget in… kamu mau datang aja mama sudah senang… udah hampir 5 bulan lho in…kemana aja sih kamu…?” tegur mama, yang hanya mengenakan daster katun berwarna putih dengan motif batik.

“Aduuuhhh… maaf deh ma.. tau sendiri kan, selama pandemi ini kaya’ apa… Indah gak berani pergi jauh-jauh dari rumah… sekarang aja dinekat-nekatin… itupun karna dirumah cuma sendirian… bakalan dua minggu pula..” terang kak Indah.

“iya, itu koq kenapa sampai 2 minggu sih… sebelum-sebelumnya juga kalau kesana kan paling-paling cuma 3 hari kemudian pulang, walau beberapa hari kemudian balik lagi kesana…tapi setidaknya kan bisa nengokin istri dulu..” tanya mama, sambil menyiapkan makan siang kami bertiga diatas meja makan.

“Itu dia ma… lagi-lagi ya karena Corona juga…. mau bolak-balik naik pesawat juga takut, mana sekarang naik pesawat juga ribet… harus rapid test segala macem…akhirnya sekalian aja di Semarang sampai urusan selesai, baru pulang…. mmm.. Ngomong-ngomong sudah hampir jam satu nih, aku mau zuhur dulu ya ma… kalian udah pada zuhur belum…?”

“Mmm…sudah… ya, sudah tadi sebelum kamu datang… iya kan gus…?” jawab mama berbohong, karena seingatku mama dan aku memang nyaris gak pernah sholat.

“Ya sudah kalau begitu… aku kekamar dulu ya… gak dikuncikan…?”

“Kamarmu tidak pernah dikunci, karena hampir tiap minggu adikmu selalu membersihkannya…” jawab mama.

“Oww… begitu, makasih ya adikku yang ganteng…. kamu memang adikku yang paling pengertian deh…..” ucap kak Indah sambil menjambak-jambak rambutku saat aku sedang asik membuka kardus oleh-oleh yang dibawanya. Sialan, kebiasaan menjambak rambutku itu kenapa tidak hilang-hilang juga dari dulu, semenjak dia masih gadis tomboy yang pergi kemana-mana hanya memakai celana pendek, sampai sekarang yang tak pernah lepas dari hijab syar’inya itu tetap saja keusilannya itu tak juga sirna.

“Kami menunggumu untuk makan siang lho in….” ujar mama, saat Kak Indah ngeloyor pergi menuju lantai atas.

“Oke ma… tunggu sebentar ya ma….” jawab Kak Indah sambil menapaki tangga kelantai dua.

“Kak Indah rajin shalat ya ma…?” ujarku pada mama, sambil duduk dimeja makan dengan mulut mengunyah bolu talas dari Kak Indah.

“Biar saja lah… kamu gak usah shalat ya sayang…”

“Memangnya kenapa..?”

“Mama takut kamu masuk surga…”

“Koq mama aneh sih… harusnya kan mama senang kalau anaknya masuk surga….”

“Iya, mama kawatir kalau kamu masuk surga, nanti kamu bersenang-senang terus sama bidadari-bidadari di surga, terus lupa’in mama… mama cemburu dong… mama gak rela anak mama jatuh kepelukan bidadari-bidadari jalang itu… mendingan kamu dineraka aja bersama mama, kita dineraka masih bisa ngentot berdua..asik kan…?” terang mama, yang membuatku langsung terpingkal-pingkal mendengarnya. Tapi aku tau, itu hanyalah guyonan konyol mama, karena aku yakin mama adalah orang yang smart dan tidak mungkin berpikir senaif itu.

“Ha…ha…ha… mama..mama…ada-ada saja mama ini…ha..ha..ha…” ngakakku, sampai-sampai serpihan bolu yang ada dimulutku tersembur keluar.

“Hi..hi..hi… Eh, jangan keras-keras ketawanya, nanti Kak Indah dengar bisa gawat… hi..hi..hi… Janji ya, jangan cerita sama Kak Indah soal guyonan mama tadi, nanti dia bisa tersinggung… mama bakalan dianggap melecehkan ini dan itu deh…bisa berabe lah urusannya…hi..hi..hi…”

Sedikit cerita tentang Kak Indah, dulu sebelum menikah dengan Mas Mirza, Kak Indah adalah seorang gadis yang ceria,cerdas, namun juga agak tomboy. Beberapa bulan sebelum dilamar, Kak Indah mulai mengenakan hijab, dan sedikit banyak telah menghilangkan imej gadis tomboy pada dirinya, dan mulai rajin shalat. Hingga akhirnya dia menikah dengan Mas Mirza, yang berasal dari keluarga pengusaha yang Islami. Ayah dan Ibu Mas Mirza seorang Haji sekaligus seorang pengusaha busana muslim yang cukup sukses. Sedangkan kakek Kar Mirza dari pihak bapak Kak Mirza adalah seorang ulama terpandang yang merupakan pendiri dan pemilik pondok pesantren terkenal di wilayah Bogor. Dengan background Mas Mirza yang seperti itulah aku tidak heran sehingga Kak Indah juga harus mampu beradabtasi dengan mereka, karena setau aku Kak Indah begitu mencintai Mas Mirza semenjam Kak Indah masih SMA.

Sedangkan mama, walaupun saat kekantor atau keluar rumah selalu mengenakan hijab, namun dia sangat jarang shalat, kecuali saat bersilaturahmi dengan besannya saja dia ikut shalat berjama’ah. Dan saat aku menanyakan soal itu, mama hanya tersenyum, lalu membelokan arah pembicaraan. Namun sempat juga aku mengingat perkataan mama yang seperti ini: “Ah, yang penting kita hidup itu tidak menyakiti orang lain, tidak menyakiti diri sendiri, dan tidak merusak lingkungan….” begitu katanya. Dan saat aku menanyakan kenapa mama mengenakan jilbab, dia menjawab “Yah, sekedar untuk fashion aja… beberapa tahun belakangan ini kan hijab menjadi tren yang masiv di negeri ini, sekedar ikut-ikutan saja supaya enggak dipandang ini dan itu karena di KTP kita kebetulan sudah tercantum sebagai muslim… dan yang paling penting, memakai hijab itu ternyata lebih praktis, karena kita tidak harus sibuk menata rambut yang sebentar-sebentar berantakan hanya karena tertiup angin atau terlalu aktif bergerak…” itu yang aku ingat perkataan mama beberapa waktu lalu.

Dan yang aku tau juga, mama adalah tipikal seorang PNS yang idialis dan memiliki komitmen. Untuk itu mama tidak ingin terperosok dengan urusan-urusan yang berbau KKN dan pungli, walaupun sebagai pegawai dibidang pemerintahan yang mencangkup pelayanan masyarakat, dimana posisi mama sebenarnya memiliki akses untuk mendapatkan uang banyak dengan cara “tidak sehat”, namun mama tidak pernah melakukan itu, walau untuk keputusannya itu terkadang mama harus berseteru dengan beberapa pihak, bahkan dengan rekan kerjanya sendiri.

Sekitar 10 menit kemudian Kak Indah telah kembali bergabung dengan kami untuk makan siang, namun kali ini Kak Indah hanya mengenakan daster berbahan kaos dengan warna hijau muda bermotif snoopy.

Rambut Kak Indah yang hitam lurus dengan panjang sebatas bahu, kontras dengan kulitnya yang putih. Matanya yang lebar itu melotot saat melihat aku hanya melampirkan t’shirtku diatas pundak, dan alisnya yang tebal dan berbentuk indah alami juga ikut naik keatas.

“Hey, itu baju dipakai dong… mau makan koq telanjang begitu… bulu ketek kemana-mana tuh…. merusak selera aja…” tegur Kak Indah. Satu lagi kebiasaan kak Indah yang juga belum hilang, yaitu cerewet.

“Ya, elah… aku kan gak pakai baju juga karna baru selesai bersihin kamar kakak… ngeringin keringet dulu.. masih gerah…” alasanku, namun tetap juga t-shirt ku itu kukenakan.

“Ayo… sudahlah… kalian ini dari dulu kalau sudah ketemu, pasti kayak anjing sama kuncing….. Eh, iya in… gimana kabar keluarga besar masmu…? itu adiknya Mirza yang dari istri kedua bapak mertuamu, katanya kan mau nikah, koq adem-ayem aja kabarnya sampai sekarang..?” tanya mama, sambil menuangkan nasi kedalam piring.

“Oooww… Anisah… diundur keliatannya… biasalah efek pandemi…. Wah, ini sayur asem campur oncom masakan andalan mama ya.. mmm.. kesukaan aku nih… ” ujar Kak Indah, sambil menyendok sayur asem kedalam piring.

“Iya, sengaja mama masak mulai pagi tadi untuk kamu… mama pikir pagi-pagi kamu sudah tiba disini…” ujar mama, sambil mulai menyantap makanannya.

“Oh iya in… bagaimana, sudah ada tanda-tanda mama bakalan mendapatkan cucu enggak…?” tanya mama, disela-sela kami bertiga tengah asik menikmati nasi sayur asem dengan ikan gurame goreng.

“Belum rejeki ma….” jawab kak Indah sambil terus menikmati santapannya.

“Mmm… sudah 5 tahun lho in kamu menikah… ya sudah, kamu harus sabar aja ya sayang…” ucap mama, seraya menenggak air putih dari gelasnya, karna sepertinya mama telah menyelesaikan makan siangnya.

“Oh iya in, kalau boleh mama tau, sebetulnya apakah ada kendala diantara kalian berdua mengenai kenapa kamu belum juga diberikan momongan… ada baiknya kamu terbuka dengan kami in, bagaimanapun kamu adalah bagian dari keluarga ini, sebelum kamu mengenal suamimu, kamilah orang yang paling dekat dengan kamu…. mmm.. soalnya selama ini kalau mama tanya, kamu cuma menjawab belum rejeki lah… Allah masih berencana lain lah…. dan lain-lain. Maksud mama, mama cuma ingin tau, apakah secara teknis kalian memungkinkan untuk punya anak atau tidak… barangkali saja kita bisa membantu mencari solusi…” terang mama, kali ini sambil menyantap irisan buah melon.

Sepertinya kak Indah juga telah merampungkan makannya, itu kulihat dari nasi diatas piringnya yang sudah kosong. Dan diapun menarik nafas panjang seusai menenggak air putih.

“Sebenarnya sih, hasil konsultasi kami dengan dokter kami masih memungkinkan untuk punya anak… mmm..hanya saja…..” terang kak Indah, lalu melirik kearahku sejenak. Hmm.. sepertinya dia kurang nyaman dengan keberadaanku untuk melanjutkan ceritanya.

“Enggak apa-apa in, biar kita semua tau persoalannya, kamu jangan terus menganggap adikmu itu sebagai anak kecil terus, dia sudah dewasa… sudah mahasiswa…bukan lagi anak SMP yang dulu sering kamu isengain….” tegur mama, saat aku bermaksud hendak beranjak menghindar sementara. Akhirnya niat itu aku urungkan.

“Oke deh… ya itu tadi, secara teknis kami masih memumgkinkan untuk punya anak, kualitas sperma mas Mirza dan juga rahim aku sehat-sehat saja, dalam artian berfungsi dengan baik… cuma sedikit kendalanya adalah, seringkali disaat kami berhubungam suami istri, sperma yang seharusnya disemprotkan kedalam rahim aku tidak mampu sampai kesasaran yang tepat….” terang kak Indah.

“Tidak sampai kesasaran maksudnya gimana sih… apa disaat ejakulasi semburan sperma suamimu kurang kenceng gitu, seperti meler aja ya…?” tanya mama.

“Ya enggak juga sih ma, masalahnya…mmm..anu suamiku terlalu pendek, jadi saat ejukulasi, semburan spermanya tidak mampu menjangkau rahim, ditambah lagi dengan kontruksi lorong vagina aku juga termasuk panjang, sehingga semakin sulit untuk terjadi pembuahan secara alami… sebetulnya sih bisa saja kita melakukan cara lain secara teknologi kedokteran, tapi..yah, tau sendirilah… mas Mirza itukan agamanya kuat, dia belum mau kita menempuh cara itu… dia selelu bilang…Allah mungkin memiliki rencana lain yang lebih baik untuk kita…begitu katanya. Selain itu juga, Mas Mirza selalu berusaha melakukan terapi untuk memperpanjang ukuran penis, namun hasilnya..yah, masih belum terlalu signifikan… mamun dokter kami juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan juga dengan cara alami masih bisa hamil, disaat tertentu sperma mas Mirza masih memungkinkan untuk menjangkau rahim dengan tehnik-tehnik hubungan senggama yang ideal dan efektif, kemungkinan itulah yang membuat kami masih bisa berharap untuk mendapatkan anak dengan cara alami… ” terang kak Indah.

“Emang sekecil apa sih ukuran burungnya mas Mirza kak…?” tanyaku penasaran.

“Ya kira-kira segini lah…” jawab kak Indah sambil mengacungkan ibu jari tangannya, sebagai acuan bahwa sebesar itulah ukurannya.

“Sebesar itu sudah dalam keadaan ereksi in…?” tanya mama.

“Ya sudah ma… kalau lagi mengkerut malah cuma sebesar ini….” jawab Kak Indah, sambil menunjuk buah melinjo berkulit merah campuran sayur asem yang masih tersisa dipiringnya.

Mama terdiam sejenak sambil menatap kak Indah yang berada didepannya, aku yang duduk disamping kak Indah hanya berpura-pura memain-mainkan sendok diatas piring, sementara pikiranku membayangkan batang penis yang panjangnya tak lebih dari 5 cm saat ereksi, dan hanya sebesar buah melinjo saat menciut.

“Mmm… ya sudah in… untuk saat ini mama belum bisa berbuat apa-apa… mama cuma bisa berdo’a semoga kamu mendapat jalan keluar yang baik, dan segera dapat momongan….” ucap mama.

“Amiiin…. makasih ma…” jawab kak Indah.

Setelah itu, kamipun mengobrol ngalor-ngidul tentang segala hal, bahkan sampai putusnya hubunganku dengan Ririn pun tak luput dari obrolan kami, namun tentu saja mengenai hubungan khusus aku dan mama sama sekali tidak termasuk dalam pembahasan.

=========================

POV Indah

Kulihat di jam dinding kamar menunjukan pukul 11 malam lewat 20 menit. Rupanya selepas shalat isya tadi aku tertidur. Ya, sehabis shalat tadi aku masih sempat chattingan via WA dengan Mas Mirza, setelah itu aku bersosialisasi sebentar, juga via WA, kali itu dengan teman-teman di grup WA alumni SMA, namun tak lama kemudian aku merasa ngantuk, lalu tak ingat apa-apa lagi, mungkin waktu itu sekitar jam 8 malam. Itu artinya sekitar 3 jam aku tertidur.

Ah, seharusnya aku membawa botol minuman kekamar ini, sehingga saat aku merasa haus seperti sekarang ini tak perlu lagi aku harus turun kebawah.

Akhirnya aku putuskan juga untuk keluar kamar dan turun kebawah untuk sekedar mendapatkan air minum untuk menuntaskan dahaga ini.

Ah, satu gelas penuh kutenggak habis air mineral yang kuambil dari galon dispenser ini.
Hmm..sepertinya aku mendengar ribut-ribut dari kamar mama. Seperti orang sedang bersetubuh. Ah, paling-paling mama sedang menonton film porno dikamarnya. Setauku, semeninggalnya ayah, mama sering menonton film porno dikamarnya, karena kebetulan aku pernah mengintipnya melalui lubang kunci. Kasihan juga mama, diusia tiga puluhan sudah ditinggal mati papa, usia dimana masih membutuhkan dekapan hangat seorang lelaki dalam hidupnya.

Tapi, kenapa suara itu begitu jelas, seperti… Ah, lebih baik aku coba mengintip. Kumelangkah mendekati kamar mama. Suaranya semakin jelas, kuyakin itu bukan berasal dari suara video. Apakah mama memiliki pacar atau teman laki-laki, dan sekarang mereka tengah memadu kasih, atau kata kasarnya mereka sedang berbuat mesum. Ah, kalau itu aku tak mau turut campur, itu urusan mama, toh dia seorang janda.

Hmm.. pintu kamar itu bukan saja tidak terkunci, bahkan juga tidak tertutup rapat, masih ada selah sekitar satu senti antara kusen dan bibir daun pintu, itu artinya kalau aku senggol sedikit saja, tanpa harus menekan handle pintunya, maka akan terbukalah daun pintunya itu. Rasa penasaran membuatku nekat untuk melakukan itu, sekedar ingin tau saja siapa laki-laki pacar mama yang datang malam hari dan enak-enakan berasik masuk didalam kamar.

Ngeeek… engsel pintu yang kurang pelumas menimbulkan suara berderit yang lumayan nyaring seandainya didalam ruangan itu tak segaduh sekarang.

Ya ampun… seorang laki-laki sedang menggagahi mama dengan posisi misionery, beruntung posisinya membelakangi aku sehingga dia tak melihatku, begitupun mama yang wajahnya terhalang tubuh laki-laki itu.
Tapi.. Gila…. Apa aku tak salah lihat… Bukankah laki-laki itu si Bagus. Ya aku yakin, walaupun dia membelakangiku, aku yakin benar itu adalah Bagus.
Astaga..hampir tak percaya aku melihat ini, mana mungkin ini bisa terjadi. Sungguh bejat sekali mereka.

“Iya… terus gus..anakku sayang… entotin memek mamamu yang kuat sayang… bikin mamamu bunting sayang….”

Astaga, kini seratus persen sudah aku yakin bahwa laki-kaki itu adalah Bagus, dan perempuan itu adalah mama. Ah, sungguh gila mereka. Kata-kata mama itu membuatku bergidik mendengarnya.

Tapi mengapa aku tak punya nyali untuk menggerebeknya, aku hanya bisa melihat dengan melongok dari sisi daun pintu yang hanya terbuka sebesar muatnya kepalaku dapat melongok. Ah, penis adikku itu sangat besar sekali, menghujam-hujam dengan tandas dan bertenaga ke vagina mama. Ah, kenapa justru ada perasaan aneh yang menjalar ditubuhku, tepatnya persaan nafsu. Tapi aku tak ingin hanyut, mereka sungguh keterlaluan, mereka binatang. Sungguh terkutuk mereka. Lalu aku putuskan untuk meninggalkan mereka dan kembali kedalam kamarku.

Sampai dikamar pikiranku menerawang tak karuan. Apakah tadi aku hanya bermimpi, dan sekarang aku telah terbangun dari mimpi itu. Tapi, ah.. rasanya itu bukanlah mimpi. Entah sudah berapa lama mereka melakukan kebiasaan itu, dan kata-kata yang keluar dari mulut mama itu, benar-benar shok aku dibuatnya. Tapi aku juga tak bisa membohongi diriku, kalau tadi aku juga sempat terkesima dan bernafsu melihat batang penis Bagus yang begitu besar menghujam divagina mama. Ah, betapa nikmatnya seandainya….. Ah, aku harus buang jauh-jauh perasaan menjijikan itu, hanya orang tak bermoral yang berhubungan badan dengan saudara kandung.

Hmm..aku pun masih bingung, harus berbuat apa aku pada mereka besok. Marah, lalu melabrak mereka, atau diam berpura-pura tidak tau..? Kalau laki-laki itu adalah orang lain, mungkin aku putuskan untuk tutup mata, tutup telinga, alias pura-pura tidak tau, tapi yang terjadi sekarang ini adalah antara mamaku dan adikku, mereka adalah anak dan ibu kandung. Ah, bagaimana besok sajalah.

=========================

POV Dian(mama)

Sekitar pukul 3 pagi aku terjaga. Bagus, anakku masih tertidur diatas tubuhku, dengan batang penisnya juga masih bersarang didalam vaginaku. Ya, tadi malam sekitar pukul 10 Bagus menyusup kedalam kamarku ini, setelah dia yakin anak perempuanku Indah telah tertidur lelap didalam kamarnya. Yang aku ingat, sekitar pukul setengah dua belas malam kami menyudahi permaian setelah Bagus menaburkan benih-benihnya didalam rahimku, dan setelah itu kami tertidur dengan masih dalam posisi yang sama saat pergumulan terakhir tadi malam.

“Gus, bangun sayang… udah jam 3 pagi, kamu harus pindah kekamarmu sebelum kak Indah bangun untuk shalat subuh beberapa jam lagi….” bisikku, sambil kutepuk-tepuk pekan pipinya.

“Iya ma… Bagus sudah bangun koq…” jawabnya, beberapa saat kemudian dia bangkit dari tubuhku, mencabut batang penisnya yang masih tertanam didalam vaginaku.

Ah, dia malah berbaring disampingku dan kembali memejankan matanya.

Aku melangkah kearah kamar mandi untuk buang air kecil, kurasakan sesuatu yang mengalir dipaha hingga kakiku, yang kuyakin itu adalah sperma anakku yang sempat bermalam didakam liang vaginaku, yang kini meluber keluar saat “penyumbatnya” dicabut.

Setelah pipis segera kuraih dasterku yang teronggok dilantai, kemuduan kukenakan.

Hmm… dia malah pules lagi. Aku duduk sejenak diatas ranjang untuk kembali membangunkannya, tapi perhatianku tertuju pada pintu kamar yang terbuka sekitar 30cm. Apakah semalam Bagus seceroboh itu menyusup kekamarku tanpa mengunci pintu bahkan tanpa menutupnya kembali pula, padahal dia tau sekarang Indah menginap disini. Segera kuhampiri dan kututup rapat, setelah terlebih dulu pandanganku menyisir keluar kamar sekedar memastikan tak ada orang lain diluar.

“Gus…bangun gus… kamu harus pindah..cepat gus….” ujarku, sambil mendorong-dorong lengannya. Kali ini cara membangunkan seorang ibu kepada anak laki-lakinya, bukan lagi seorang kekasih yang membangunkan pujaan hatinya.

“Iya ma… Bagus sudah bangun…” jawabnya, namun dengan mata yang masih terpejam.

“Iya, kamu cepetan pindah dong gus… sebentar lagi kakakmu bangun… bisa kiamat kalau dia sampai tau kamu tidur disini dalam keadaan telanjang pula… cepat sayang….” omelku, kali ini dia bangkit juga akhirnya.

“Gus, semalam waktu kamu masuk, pintu itu tidak kamu kunci ya…?” tanyaku, saat dia tengah mengenakan celana pendeknya.

“Wah iya… Bagus lupa ma… terburu-buru sih, maklum udah kebelet….” jawabnya, dengan mata masih setengah terbuka.

“Ceroboh kamu gus.. itu sekarang malah terbuka, jangan-jangan tadi malam…..”

“Tertiup angin mungkin ma…” jawabnya enteng, seraya melangkah keluar kamar.

“Angin dari mana…?” kesalku. Namun dia telah menghilang dabalik pintu kamarku.

Ah, mengapa perasaanku jadi tidak enak saat mengingat pintu kamar yang terbuka itu.
Kurebahkan lagi tubuhku diatas ranjang, beberapa menit kemudian aku sudah tak ingat apa-apa lagi.

=========================
Pukul setengah enam aku terbangun, setelah mandi sekalian keramas aku keluar kamar dengan mengenakan daster berwarna hitam bercorak kembang-kembang.
Kulihat Indah duduk disofa sambil menonton tivi. Ah, kenapa wajahnya ditekuk seperti itu, terlihat murung dia. Semakin tidak enak saja perasaanku. Jangan-jangan wajah murungnya itu ada hubungannya dengan pintu kamar yang terbuka tadi mala.

“Selamat pagi in… gimana, nyenyak tidurnya semalam…?” sapaku kepada Indah, yang dijawabnya hanya dengan anggukan kepala. Ah, semakin resah saja pikiranku.

Saat memasak nasi goreng untuk sarapan pagi, pikirankupun masih gundah, dan kegundahan itu semakin beralasan saat kami menyantap sarapan pagi diruang makan, Indah tak mengeluarkan kata-kata sepatahpun, yang membuatku dan Bagus sesekali saling pandang kebingungan. Bahkan saat Indah menunduk, aku sempat melotot kepada Bagus, seolah ingin berkata “ini semua karena kecerobohan kamu, lupa menutup pintu…”. Dan sepertinya Baguspun telah sadar dengan apa yang sesungguhnya telah terjadi walau Indah belum membuka suara.

Selesai makan, Indah pergi begitu saja meninggalkan kami, dan langsung duduk disofa depan tivi.

“Kita harus selesaikan ini semua gus….” bisikku kepada Bagus, seraya ku bangkit dan melangkah menghampiri Indah, meninggalkan Bagus yang masih melongo mendengar perkataanku tadi.

Kudekati Indah dengan duduk disampingnya, disofa yang sama.

“Ada apa sih in… koq dari tadi kamu murung aja…?” tanyaku membuka percakapan, kulihat Bagus menyusul, namun dia duduk di kursi single yang masih bagian dari set sofa ini juga.

Untuk beberapa saat Indah masih terdiam, sebelum akhirnya.

“Aku masih bingung mau ngomong apa ma… aku masih… mmfffhh…aku masih shok dengan apa yang aku lihat tadi malam….” ujar Indah, jelas sudah, sekarang aku yakin bahwa Indah sudah melihat apa yang aku dan Bagus lakukan dikamarku.

“Lihat apa sayang…?” masih aku berpura-pura bodoh, atau sekaligus ingin kepastian apakah yang dimaksudnya itu benar dengan apa yang ada dipikiranku.

“Mama enggak usah berpura-pura bodoh…. kalian semua…sungguh keterlaluan… bagaimana mungkin kalian ibu dan anak kandung bisa berbuat seperti itu… dimana moral kalian… bejat..sungguh bejat…” umpat Indah dengan emosi. Dari matanya tampak mulai berkaca-kaca. Hmm..kalau sudah seperti ini, sepertinya memang sudah jelas, dan kuputuskan untuk tidak lagi berpura-pura bodoh.

“Baiklah in… sepertinya kamu sudah tau semuanya… sekarang lebih baik mama harus berkata apa adanya… memang sudah beberapa hari ini mama dan adikmu sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Mungkin bagimu dan juga orang-orang diluar sana ini merupakan perbuatan tak bermoral dan bejat…sebagaimana yang kamu katakan tadi barusan… tapi ketahuilah in, yang kami lakukan ini sama sekali tidak mengusik apalagi merugikan pihak lain, juga tidak merugikan mama dan Bagus.. kami mekakukannya dengan sadar, atas kemauan kami sendiri tanpa adanya pemaksaan satu sama lain, bahkan kami melakukan ini dengan penuh rasa cinta, dan yang tak kalah penting, kami melakukan ini dengan penuh tanggung jawab dan akan konsekuen dengan segala akibatnya, namun tentu saja akibat-akibatnya itu sudah kami pikirkan matang-matang, sehingga kami yakin bahwa kami akan bisa mengatasinya, dan yang pasti mama juga yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, terutama kehormatan keluarga kita ini, mama bisa menjamin akan tetap terhormat dimata masyarakat, termasuk dimata keluarga besar suamimu tentunya….” terangku, kulihat Indah hanya terdiam sambil terisak-isak, matanya tampak sembab.

“Tapi yang kalian lakukan itu dosa ma….” protes Indah.

“Jangan pikirkan soal dosa, yang mama pikirkan cuma hal yang logis, bukan sesuatu yang belum tentu kebenarannya… dan secara logis pula mama pikir apa yang mama lakukan ini tidak ada salahnya… karena seperti yang mama katakan tadi, tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik mama maupun Bagus, bahkan kami merasa bahagia dengan melakukan ini… jadi dimana salahnya…” sambungku lagi. Kembali Indah terdiam, kali ini agak lama dari sebelumnya, sehingga aku minta Bagus untuk mengambilkan segelas air minum untuknya.

“Baiklah ma… kalau itu memang sudah keputusan mama, dan mama menganggap itu adalah benar… Aku akan berusaha menutup mata dan telinga seolah tadi malam aku tidak pernah melihat apa-apa dikamar mama…..” ucap Indah, setelah mereguk habis segelas air putih yang diberikan Bagus, lalu dia meletakan gelas kosongnya diatas meja didepan sofa.

“Gus, coba tolong kamu ambilkan anggur seperti yang kemarin kita minum… di kamar mama, tepatnya didalam raknya masih ada satu botol lagi… rak yang ada kacanya itu lho.. kamu ambil aja, bawa kesini… oh iya, sekalian kamu bawa gelas dua…” pintaku pada Bagus.

Tak sampai dua menit, botol anggur beserta 2 buah gelas kosong sudah berada diatas meja depan sofa.

Apa yang dikatakan mama memang tidak bisa disalahkan kalau tolak ukurnya adalah logika. Tapi dalam agama, itu adalah suatu hal yang berdosa. Semenjak aku menjadi istri mas Mirza, sedikit demi sedikit aku mulai mempelajari agama atas bimbingan suamiku itu, walau sejujurnya aku melakukan semua itu lebih sekedar karena rasa cintaku pada Mas Mirza. Karena Mas Mirza memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih sayang, itulah yang membuatku selalu berusaha mengikuti apa yang diinginkannya, termasuk keinginan dia agar aku menjadi seorang istri soleha yang menjalani hidup secara syari’ah.

Karena itulah, aku juga tidak bisa menentang prinsip-prinsip mama secara militan dengan dalil-dalil agama yang ada, karena secara keyakinan aku juga tidak sepenuhnya percaya dengan yang kuanut. Masih ada pemikiran-pemikiran logis didalam hati kecilku yang belum dapat membenarkan begitu saja beberapa kebijakan-kebijakan yang selama ini diajarkan oleh mas Mirza.

“Segelas minuman anggur barangkali dapat sedikit menenangkan pikiranmu in…” ujar mama, sambil menuangkan cairan berwarna kemerahan dari botol seukuran botol sirup kedalam gelas bekas air putih yang barusan kuminum, kemudian mama juga menuangkan kedalam dua gelas lainnya.

“Ini cuma anggur, oleh-oleh teman mama dari Belanda, tidak bikin mabuk koq, tapi setidaknya mampu membuat pikiran kita lebih lepas,rileks,dan juga tidak tegang… ayo diminum…” tawar mama, sambil mengangkat gelas berisi anggur.

Entah mengapa, tanpa banyak berpikir akupun langsung meraih gelasku, lalu kutenggak habis minuman yang memiliki sensasi rasa manis dan pahit itu, seperti halnya yang dilakukan mama dan Bagus. Hmm.. kerongkongan dan dada ini terasa hangat. Beberapa saat kemudian pikiranku memang serasa lebih rileks, tidak semerawut seperti sebelumnya.

“Bagaimana in, kamu lebih tenang sekarang…?” tanya mama, yang kujawab hanya dengan anggukan pelan.

“Sukurlah… mama harap, sekarang kamu juga bisa lebih bijak dalam berpikir….” ujar mama, sambil menuangkan lagi anggur kedalam gelas miliknya, namun kutolak saat menawarkannya padaku,yang aku bilang sudah cukup.

“Mengenai masalahmu yang hingga sekarang masih belum juga diberikan momongan… “ ucap mama, seraya menenggak setengah gelas anggur yang baru dituangnya itu. Aku masih menunggu kelanjutan pembicaraan yang entah mengapa tiba-tiba mengarah ke urusanku yang belum juga punya anak.

“Mama punya solusi in… ya mudah-mudahan sih kamu menerimanya….” lanjut mama, namun kembali, cuma sampai disitu mama kembali terdiam seolah menunggu reaksiku.

“Solusi seperti apa…?” penasaranku.

“Yang pasti solusi dengan cara yang logis dan tepat sasaran…”

“Iya, teknisnya seperti apa…kalau pakai bantuan dukun aku tidak mau…” ketusku, karna beberapa teman pernah menyarankan seperti itu padaku.

“Dukun..? Ah, Indah..Indah… kamu seperti tidak mengenal mamamu saja… sejak kapan mama percaya dengan segala dukun dan hal-hal yang tidak masuk akal lainnya itu… kan mama sudah bilang ini solusi dengan menggunakan cara yang logis… bukan cuma jompa-jampi dukun atau doa’a-do’a yang belum pasti kebenarannya….” terang mama.

“Lalu…?” tanyaku.

“Mmm.. begini in, seperti yang kemarin kamu ceritakan, masalah utamanya adalah penis suamimu yang ukurannya terlalu pendek itu, dan yang kedua juga karna lorong vagina kamu yang terlalu panjang, karna kamu termasuk tinggi besar, pinggulmu juga besar, ya wajarlah kalau lorong vagina kamu juga panjang, sama seperti mana. Untuk itu yang kamu butuhkan sekarang adalah penis yang ukuran panjangnya mencukupi, agar disaat ejakulasi nanti semburan spermanya mampu menjangkau rahim…..” sampai disitu mama kembali terdiam, lalu menoleh sejenak kearah Bagus.

“Terus…?” penasaranku.

“Ya terus… mmm.. Adikmu ini memenuhi semua kriteria yang kamu butuhkan itu… batang penis dia cukup besar dan panjang lho in… malah termasuk over size… dan kualitas spermanyapun sepertinya juga sangat baik..kental dan banyak…..” terang mama, sambil pandangannya tertuju pada gelas kosong yang dengan iseng diputar-putar ditangannya.

“Maksud mama apa…?” aku mulai sadar kemana arah pembicaraan mama itu, sehingga aku sedikit agresif meresponnya.

“Tenang sayang… nyantai aja kenapa sih… cobalah berpikir dengan bijak… apa kamu tidak kawatir kalau nantinya suami kamu kawin lagi dengan mencari istri kedua yang lebih imut dan mungil, yang typenya seperti Yuni shara atau Dewi persik, dan tentu lorong vaginanya juga lebih pendek…Ingat in, bagi keluarga besar suamimu itu, poligami adalah hal yang lumrah untuk mereka… bapak mertuamu istrinya dua, lalu kakaknya Mirza yang sulung itu istrinya juga dua, kakeknya Mirza malah 3 istrinya…belum lagi dari keluarga sepupu-sepupunya… jadi bukan hal yang mustahil kalau kamu juga bakalan dimadu kalau terus menerus belum juga memberikan momongan…..” agak ngelantur juga mama ini, mungkin pengaruh anggur itu, walau kuakui isi pembicaraannya itu banyak benarnya juga sebetulnya.

Kulihat Bagus juga seperti salah tingkah karena merasa dirinya juga akan dilibatkan dengan masalahku. Bahkan dia sempat ingin beranjak namun ditahan oleh mama.

“To the point ajalah in… maksud mama tuh begini… mmm… biarkan Bagus yang akan menghamili kamu… “ tegas mama.

“Mama tuh udah ngaco…. sebaiknya disudahi saja pembicaraan ini…” ucapku, seraya aku hendak berdiri namun tangan mama menahannya hingga aku duduk kembali.

“Dengar dulu in… ini demi kabaikan kamu..demi anak perempuan mama… skenarionya begini…. mmm…oh iya in, kapan terakhir kamu haid…?”

“Baru seminggu lalu selesai…” jawabku dengan malas.

“Nah, itu sangat kebetulan sekali…berarti sekarang ini masih termasuk masa-masa subur… oh iya, dalam seminggu ini, apa mas Mirza menggaulimu…?”

“Sering, karna itu bagian dari ihktiar kami untuk mendapatkan anak… terakhir, malam sebelum kepergian Mas Mirza kami malah melakukannya beberapa kali…memangnya kenapa.. ?” terangku, hmm..entah mengapa aku harus menceritakannya selengkap itu.

“Ah, thanks god…. mengapa begitu klop sekali… ini kesempatan yang baik in..percayalah… jadi begini, selama suamimu di Semarang, biar Bagus yang membuahi rahim kamu… nanti begitu suamimu pulang, mudah-mudahan beberapa minggu kemudian kamu positif hamil… nah, sampai disitu suami kamu taunya itu adalah hasil “kerja” dia sebelum berangkat ke Semarang…. “ terang mama, seolah begitu yakin kalau aku mau menerima ide gila itu. Namun entah mengapa aku merasa tidak harus marah atau menentang rencana licik itu.

“Bagaimana in… mama harap kamu mengambil keputusan bijak… mmm.. kecuali kamu memang sudah rela, atau yang kalian sebut ikhlas apabila suami kamu mendapatkan anak dari perempuan lain, yang tentu saja suami kamu akan lebih sayang kepada istri yang memberinya anak, lalu akan mengacuhkan kamu pada akhirnya…tinggal kau yang gigit jari dengan ke ikhlasanmu itu…” tegas mama.

“Dan apabila yang menaburkan benih itu adalah adikmu, tentu anak yang akan kamu lahirkan wajahnya tak akan berbeda jauh dengan kamu, karna toh wajah Bagus juga hampir mirip dengan kamu.. dan mereka paling-paling akan mengira gen kamu lebih dominan dari Mirza, sehingga anaknya lebih mirip kamu ketimbang bapaknya…dan itu hal yang biasa, sama halnya dengan mama dan almarhum papamu, dimana anak-anaknya lebih mirip mama ketimbang papa…..” lanjut mama. Ah, entah mengapa aku mulai tergoda dengan ide gila mama ini.

Hmm.. seandainya aku menerima tawaran itu, artinya Bagus akan menyetubuhiku, sebagaimana yang dilakukannya pada mama tadi malam. Ah, betapa perkasanya batang penis Bagus yang besar dan panjang itu menghujami vagina mama. Dan itu akan terjadi padaku bila aku menyetujui ajakan mama. Kulihat kearah Bagus untuk beberapa detik, namun dia tampak salah tingkah.

“Bagaimana in… mama mau dengar jawaban bijakmu….” tanya mama. Namun aku hanya terdiam seraya memejamkan mata. Ah, aku bingung untuk memutuskan ini.

“Mmm..barangkali dengan satu gelas anggur lagi bisa membuat otakmu bekerja dengan lebih efektif in….” ucap mama, seraya mengangkat botil anggur bersiap untuk dituangkan kedalam gelasku.

“Cukup ma…tidak perlu… baik, akan kita coba usul mama itu…” jawabku, ah, hampir tak percaya akhirnya aku menerima ide gila itu.

“Yess…berarti kamu setuju ya in…. yess…thanks god….” girang mama, seraya memeluk dan menciumku.

“Tunggu dulu ma… bagaimana dengan Bagus… mmm… apa dia setuju…” tanyaku malu-malu, sambil sesekali melirik kearah Bagus yang tingkahnya juga tak jauh beda denganku yaitu salah tingkah dan ragu.

“Oh iya…itu harus kita tanyakan… karna kita harus memastikan bahwa semua ini tidak ada unsur pemaksaan…. mmm..bagaimana gus, apa kamu bersedia menggauli kakakmu seperti kamu juga ngentotin mama….?” tanya mama.
Bergidik aku mendengar omongan mama pada kalimat yang terakhir itu, kata yang hanya dapat didengar dikawasan kumuh, yang keluar dari mulut para preman dan gelandangan.

“Ya, Bagus sih bagaimana kak Indah saja… kalau kak lndah bersedia, Bagus juga akan dengan senang hati melakukannya…” jawab Bagus. Lega juga aku mendengarnya.

“Tuh, kamu dengar kan in… dengan senang hati katanya…. mmm… kalau gitu ya sudah tunggu apalagi… Ayo gus, diajak tuh kakakmu kekamar mama…. ” ujar mama.

“Ya enggak harus sekarang juga kali ma…. mmm..kan masih bisa nanti… kenapa harus langsung begitu sih… kita kan juga perlu adabtasi, dan…mmm…” protesku.

“Ooww… iya, mungkin kalian butuh pengenalan dulu ya… butuh yayang-yayangan dulu… ayo gus, beri kakakmu sedikit pemanasan, sekalian kamu ajari dia…biar dia enggak kaku ….” ujar mama. Sial, diajari katanya, dipikirnya aku masih gadis perawan yang tidak tau seks, usia perkawinanku saja sudah 5 tahun, dan waktu SMA dulupun beberapa kali aku gonta-ganti pacar, sebelum akhirnya cintaku tertambat pada Mas Mirza, sedangkan Bagus, seorang remaja yang termehek-mehek hanya karna diputusi oleh pacarnya, dan baru sekali itu pula dia pacaran.

Sambil senyum-senyum malu Bagus duduk disampingku. Sejurus kemudian tangan kirinya merangkul pundakku, seraya mulutnya mencium dan menjilat pada leherku.

“Mmmmm….aaaahhhhhh…” desahku, saat mulut Bagus mengecup dan menggigit-gigit kecil leherku.

Kini mulut Bagus mulai menyusuri rahang,pipi,hingga bibirku. Aku membuka mulut, memberi akses baginya untuk memasukan lidahnya kedalam mulutku. Lidah kami saling bersentuhan. Aku yang sebelumnya masih merasa canggung, kini mulai merespon dengan mengemut lidahnya yang masuk kedalam mulutku, hingga akhirnya kamipun saling berpagutan dengan buas, bahkan tanganku sampai merangkul tengkuk adikku itu. Ah, sungguh tak pernah sedikitpun aku membayangkan bakal berciuman dengan penuh nafsu seperti ini dengan adikku sendiri, dan dari dulu pun aku tak pernah memiliki rasa apapun secara seksual dengan Bagus, bagiku dia adalah adik manis yang selalu kusayang, walau sering juga aku goda dan kujahili. Dulu dia sering kuciumi pipinya, bahkan sampai menangis karna terkadang aku terlalu gemas sehingga mencium sambil mencubiti pipinya. Ah, kini justru dia yang begitu agresif mencumbuiku dengan permainan lidahnya yang hot dan cupangannya pada leherku yang membuatku merinding.
Ah, caranya dia mencumbu bagaikan Don juan dalam cerita-cerita roman, cumbuan yang menghanyutkan. Seolah dia tau apa yang kuinginkan, dan tau sisi-sisi mana yang bakal membuatku terhanyut. Kini tangan kanannya menyusup dari bawah dasterku dan merayapi pahaku, dan berhenti pada selangkanganku. Sepertinya dia mencari-cari bagian atas celana dalamku, untuk kemudian dengan nakalnya tangan kanannya itu menelusup masuk didalam celana dalamku, dan..Ah, jari-jari tangannya itu menggosok-gosok klitorisku.

“Mmmmmffffhhhh….” aku mendesah tertahan karna memang mulutku sedang saling berpagutan dengan mulut Bagus.
Kulihat mama mendekati Bagus. Ah, ternyata mama menarik celana pendek Bagus, sehingga batang penis Bagus yang besar dan panjang itu terpampang jelas dihadapanku, tidak seperti tadi malam dimana aku hanya dapat mengintip dengan jarak beberapa meter.
Asataga, betapa besar dan panjangnya batang penis adikku ini, sungguh bagaikan bumi dan langit bila dibandingkan dengan mas Mirza suamiku.

“Ayo sayang… kamu kenalan dulu dong dengan kontol adikmu…” ujar mama, seraya memegang pegelangan tangan kananku, lalu diarahkannya telapak tanganku pada batang penis Bagus. Spontan tanganku menggenggam batang penis yang kutebak mendekati 20cm itu. Wooww…mantap sekali depagangnya, keras dan besar. Terakhir aku pernah memegang benda yang sama ini, waktu Bagus masih TK saat dia selesai mandi. Waktu itu ukurannya masih sebesar buah melinjo, yang dengan usil aku tarik ujung titit kulupnya, dia hanya tertawa terkekeh-kekeh merasa geli. Ah, sungguh beda sekali dengan yang sekarang, besar,panjang dengan urat-uratnya yang bertonjolan dibeberapa bagian.

Hmm.. kini mama juga mulai “menggerayangiku” dengan mencoba melepas celana dalamku.

“Nah, begini kan lebih enak… kamu bisa lebih leluasa mengobel-ngobel memek kakakmu….” ucap mama setelah berhasil melepas celana dalamku, sekaligus menyingkap keatas daster berbahan kaos yang kukenakan. Hmm.. kalau aku perhatikan mulut mama ini tampak begitu enteng saja mengucapkan setiap kata-kata yang seharusnya termasuk vulgar dan cabul untuk didengar, kata yang tak pernah sekalipun keluar dari mulutku dan mas Mirza selama kami menjadi pasangan suami istri.

Ah, auratku dan Bagus kini sudah dalam keadaan terumbar sepenuhnya, bahkan kini tangan Bagus semakin leluasa memasukan jari tengahnya keliang vaginaku, lalu mengocok-ngocoknya dengan inten. Sama halnya dengan yang aku lakukan pada batang penisnya, yang semakin gemas aku mengurut-urut dan meremasnya.

Kulihat mama tersenyum dengan apa yang kami kakukan, seolah dia begitu bangga sekali melihat kedua anak kandungnya melakukan hubungan seks tak lazim ini.

“Memek kakakmu dijilatin dong gus… masa’ dari tadi cuma dikobel-kobelin aja sih….emangnya kamu enggak tergoda dengan memek yang begini indah, dengan bulu jembutnya yang tertata rapi ini…” saran mama, yang kini duduk disamping Bagus, sehingga sofa ini kami duduki bertiga.

Seperti yang disarankan mama, Bagus menghentikan aktifitas jari tengahnya diliang vaginaku, sekaligus juga menyudahi pagutan mulut kami. Dan sejurus kemudian adik kandungku itu telah jongkok dibawahku, sambil kedua tangannya merentangkan masing-masing pahaku, lalu..Ah..setelah memandangi dan mengecup lembut vaginaku, kini lidahnya mulai beraksi menjilati bibir vagina,klitoris, hingga liang vaginaku.

“Mmmm…zzzzzzzhh….uuuhhhhhh…..” desahku dengan mata separuh terpajam, sambil ku gigit sendiri bibir bagian bawahku, sementara kedua tanganku memegangi kepala Bagus.

Jujur, suamiku belum pernah melakukan seperti ini padaku selama aku menjadi istrinya. Yang dia lakukan untuk foreplay sebelum melakukan senggama biasanya hanya sekedar mengelus-elus vaginaku dan menciumi bibirku, leher,hingga payudaraku, dan tak lama setelah itu barulah kami melakukan hubungan badan. Apalagi dengan pacar-pacarku dulu, yang walaupun aku sering beberapa kali berganti pacar, namun hubungan kami hanya sebatas ciuman dan pegang-pegang aurat saja, tak lebih dari itu.

Dengan apa yang dilakukan adikku ini, benar-benar membuatku terkesima, karena begitu rakusnya dia, menjadikan vaginaku seolah adalah santapan lezat yang layak konsumsi, mulai dari diciumi aromanya,dijilati,dikenyot-kenyot,hingga disedot dengan kencang sampai membuatku terpekik beberapa kali.

“Aaaaauuuww….aauuuww….mmmmmm….aaahhhh…. gila kamu gus…uuuhhhh….” pekikku, saat mulut Bagus menyedot-nyedot vaginaku dengan lumayan kuat. Fuh, benar-benar terlena sekaligus terkejut-kejut aku dibuatnya dengan aksi adikku ini, bahkan yang sebelumnya aku meremehkan dia, dan menganggap aku lebih berpengalaman soal seks karena merasa sudah lima tahun menikah sepertinya akan terpatahkan.

“Apa suamimu belum pernah melakukan ini padamu sayang…?” tanya mama, yang duduk disampingku sambil tanggan kirinya merangkul pundakku. Yang aku jawab hanya dengan gelengan kepala karena konsentrasiku mamang masih terfokus pada nikmat yang kini tengah kurasakan.

“Adikmu paling jagoan kalau soal jilat menjilat dan sedot menyedot in… itu sih belum seberapa…. nanti kamu bakalan rasakan betapa dahsyatnya dia…” ucap mama, kali ini sambil tangan kanannya meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus oleh daster.

“Mmm… apa kamu enggak kepingin juga mencicipi kontol adikmu… ehem…kontol adikmu bukan kontol yang ukurannya sebesar ibu jari kamu lho in….” tawar mama.

“Mencicipi bagaimana ma…mmmhh…uuuhhhh….” tanyaku, dengan masih konsentrasiku sebagian besar tertuju pada aksi oral Bagus.

“Ya, ngemut-ngemut atau ngisep-ngisepin kontol adikmu lah….” jelas mama, yang aku jawab dengan menganggukan kepala pelan, walau sebenarnya aku belum pernah melakukan itu, namun itu justru membuat aku penasaran untuk mencobanya.

“Gus… kakakmu mau nyicipin kontol kamu tuh…. gantian gus… kamu kan udah nyicipin memek kakakmu, sekarang biar kakakmu yang ganti nyicipin kontol kamu…” pinta mama.

Seperti yang dipinta mama, Bagus menyudahi aksi oralnya, seraya bangkit dan duduk disamping kanan mama, setelah terlebih dulu mengecup bibirku. Yah, mulut yang sebelumnya digunakan untuk menjilat dan menyedot-nyedot vaginaku itu saling berkecupan dengan mulutku untuk beberapa saat.

“Tuh in, adikmu sudah siap… tunggu apalagi, koq malah keliatan bingung gitu… tinggal kamu jongkok aja dibawahnya Bagus… ayo sana, nanti kalau masih bingung biar mama ajarin….” ujar mama. Terus terang aku memang agak canggung untuk memulainya, mungkin karena belum pernah melakulannya itulah yang menjadi sebab, kalau memgenai caranya tentu saja aku juga tau, toh aku juga pernah nonton film porno, dimana adegan oral seks selalu ada dalam film-film itu.

Seperti yang disarankan mama, akupun jongkok dibawah Bagus yang duduk dengan paha dibuka, seolah memperlihatkan batang penisnya yang berdiri tegak. Ah, betapa gagahnya penis besar dan panjang yg mengacung tegak bagaikan tugu monas.

Akhirnya kupegang juga batang penis itu, dan dengan ragu mulai kulum ujung kepala penisnya. Kucoba memasukannya lebih dalam seperti pada film-film porno namun serasa sulit. Ukurannya yang terlalu besar sehingga membuatku hanya sanggup memasukan sepertiga bagiannya saja, yang kemudian kugerakan maju mundur dengan lambat dan agak tersendat-sendat.

“Wah, kakakmu perlu ditraining dulu sepertinya nih….” ucap mama, seraya berjongkok disampingku.

“Coba kamu kasih kontol adikmu ke mama…” pinta mama, yang segera kuturuti dan menggeser tubuhku untuk memberi ruang bagi mama.

“Kamu perhatikan mama ya sayang….” ujar mama, sambil memegang batang penis Bagus.

Sejurus kemudian lidah mama mulai beraksi menjilati penis Bagus, mulai dari ujung topi bajanya hingga kantung pelirnya, bahkan kini kantung pelirnya diemut dan dikenyot-kenyot dengan antusias, lalu kembali lidahnya itu merayap keatas, lalu hap.. dilahapnya batang penis Bagus hingga separuhnya masuk kedalam mulut mama.
Mama melakukan itu sambil sesekali matanya melirik kearahku. Lalu kepala mama mulai bergerak maju mundur mengocok-ngocok batang penis Bagus dengan mulutnya. Beberapa saat kemudian wajah mama semakin turun kebawah, itu artinya dia menelan habis batang penis sepanjang itu kedalam mulutnya, sungguh luar biasa apa yang dilakukan mama, bahkan bibirnya itu telah bersentuhan dengan buah pelir Bagus yang menandakan seluruh batang penis adikku itu telah tertelan seluruhnya. Mama menahan itu untuk beberapa saat sambil melirik kearahku, seolah matanya itu mengatakan padaku “lihat..!! Seperti inilah yang namanya oral seks..”.

Beberapa saat kemudian mama melepaskan kulumannya, kulihat batang penis Bagus telah basah oleh ludah mama yang agak kental.

“Kalau kamu sudah mahir… kamu juga bisa melakukannya dengan tanpa tangan kita harus memegang…lihat mama…” ujar mama, seraya kekedua tangannya memegang masing-masing paha Bagus.

Kemudian mulut mama kembali menelan batang penis Bagus, namun kali ini kedua tangannya hanya berpegangan pada paha Bagus. Seperti halnya tadi kepalanya bergerak naik turun, lalu diakhiri dengan mencaplok habis batang penis Bagus hingga menyisakan buah pelirnya saja diluar.

“Oke… coba sekarang kamu yang lakukan….” pinta mama, setelah memberikan contoh padaku tadi.

Seperti yang dipinta mama, akupun mulai menjilati batang penis Bagus yang sudah basah oleh ludah mama. Entah mengapa aku tak merasakan jijik dengan adanya ludah mama yang membaluri batang penis Bagus, Bahkan saat aku juga menjilati dan mengenyot-ngenyot pada bagian kantung pelir, rasanya aku juga sempat menelan air liur mama yang melekat disitu.

“Wooww… kamu memang cepat memahami pelajaran in…” ucap mama, saat dilihatnya aku begitu lihai melakukan hal yang sebelumnya dia contohkan tadi. Dan semakin percaya diru saja aku melakukannya, bahkan kini aku mulai mengulum batang penisnya dan mengocok-ngocok dengan menggerakan kepalaku turun naik. Hingga akhirnya kucoba untuk menelan seluruh batang penis kedalam mulutku. Ah, ternyata cukup sulit juga, walau kurasakan tenggorokanku sudah tersentuh oleh ujung penisnya, namun belum seluruhnya yang berhasil kumasukan.

“Ayo…terus sayang…dikit lagi tuh…semangaaatt….yeeeee…..” sorak mama, memberi samangat.

Setelah beberapa saat masih belum juga berhasil, kini mama membantu mendorong kebawah kepalaku, sehingga kurasakan batang penis Bagus menembus masuk hingga rongga leherku.

“Iyaaa… sedikit lagi…mmmhh…okeee…hiyaaaaa…. berhasil…” sorak mama, setelah batang penis Bagus berhasil kutelan seluruhnya. Sepertinya mataku berkaca-kaca karena kurasakan tenggorokanku disogok oleh benda asing yang berukuran besar.

Setelah itu aku mulai rileks dan lebih menikmati permainan. Kulihat Bagus menikmati aksi blowjobku. Itu dapat kupastikan dengan erangan dari mulutnya, serta matanya yang separuh terpejam, sedangkan kedua tangannya mengusap-usap kepalaku.

“Wah, anak mama sekarang udah pinter ngisepin kontol adiknya ya….” ujar mama sambil mengelus-elus rambutku.

“Gimana sayang….apa kamu mau langsung ngentot sama adikmu…. biar memekmu dipejuin sama adikmu… biar kamu cepet hamil… memek mama juga sering dipejuin lho in, sama adik kamu…. biar nanti kita hamil bareng-bareng… kan seru tuh in….” ucap mama, yang membuat aku merasa merinding mendengar deretan kata-katanya itu. Dilain keadaan mungkin aku akan merasa shock dan muak mendengar kata-kata yang amoral itu, namun entah mengapa aku justru merasa bergairah mendengarnya. Kata-kata itu bagaikan deretan kata-kata yang erotis dan merangsang, hingga libidoku semakin meninggi.

“Iya ma…” jawabku pelan, toh vaginaku juga sudah mulai basah, dan terangsang untuk segera merasakan rojokan batang penis besar adikku itu.

“Iya apa…?” tanya mama lagi.

“Ya, yang mama bilang tadi itu…” jawabku.

“iya, yang mana…? yang jelas dong ngomongnya….” desak mama lagi. Hmm..aku mencium indikasi mama ingin mempermainkan aku kalau kulihat dari gerak-geriknya itu.

“Kenapa sih ma… ya itu tadi, Bagus niduri aku….mmm..aku sudah siap…” jawabku dengan sedikit kesal.

“Ngomong yang jelas dong sayang…mmm…seperti kalau mama ngomong itu lho.. kamu enggak usah sungkan-sungkan atau ja’im begitu deh, lagian disinikan cuma ada kita aja… iya enggak gus…?” ucap mama, kali ini dengan tangan kirinya merangkul pundakku. Aku sebenarnya paham dengan apa yang dimaksud mama, tapi mulut ini rasanya masih berat untuk mampu mengucapkan kata sevulgar itu.

“Iya dong ma…. Bagus aja paling suka tuh ngentotin memek mama… ngentot ibu kandung itu memang nikmat sekali sih ma….” ucap Bagus, sambil mengusap-usap “bazoka”nya sendiri. Gila omongan si Bagus, sungguh cabul dan tak ber akhlak. Ah, untuk apa pula aku memikirkan soal akhlak dalam kondisiku seperti sekarang ini.

“Tentu dong sayangku… kekasih hati mama… mama juga bahagia memek mama dientotin sama anak kandung mama… memek mama ditaburi oleh peju anak kandung mama sendiri.. ah, sesuatu banget gitu lho… apalagi kalau nanti mama sudah hamil… lalu melahirkan anak… ah, sungguh anugerah yang indah sekali mendapatkan anak dari hasil ngentot dengan anak kandung sendiri……”ucap mama. Fuh, ternyata lebih gila lagi. Yang saat mengucapkan itu pandangannya selalu mengarah padaku. Sepertinya mama memang sengaja menekankan kata-katanya itu kepadaku. Ingin menunjukan padaku, seolah tidak ada yang salah dengan yang diucapkan dan dilakukannya.

“Iya deh ma… aku juga sudah gak sabar nih, ingin ngerasain memek aku dientot sama adik kandungku….” ucapku. Astaga ternyata mampu juga aku mungucapkan kosa kata itu, walaupun jantung ini berdegup kencang karenanya. Dan kulihat ekspresi mama tampak senang sekali dengan apa yang sudah aku lakukan itu.

“Kamu ngentot sama adik kandungmu sendiri supaya apa sayang….?” tanya mama lagi.

“Mmm… supaya hamil dong ma… supaya aku bisa punya anak dari hasil ngentot dengan adik kandungku…..” astaga, mengapa bibir ini begitu mudah mengucapkan itu, dan mengapa aku justru menyukainya. Kini justru ada emosi tertentu yang mendorongku untuk melakukan itu lagi.

“Wooww…so sweet sekali kamu sayang…. ya udah, sekarang kamu ajak adik kandungmu itu untuk ngentot dikamar mama….” ucap mama, seraya akupun berdiri dan kuraih tangan Bagus untuk kuajak berdiri.

“Ayo adikku sayang… sekarang kamu entotin memek kakakmu ini ya sayang…. kakak kan juga pingin ngerasain kontol kamu….emang cuma mama kamu saja…” ucapku, saat kami sudah sama-sama berdiri, kuikuti dengan mengecup bibir Bagus, dan untuk beberapa saat kami saling berpagutan.

“Ayo, anak-anaku yang baik…kita langsung kekamar mama saja ya… mari kita berjinah bersama dengan gembira….” ajak mama, sambil menggandeng tanganku dan juga Bagus.

Dan kami bertiga pun melangkah menuju kamar mama, dengan mama berada ditengah sambil masing-masing tangannya merangkul pinggul kami

Kami bertiga sudah berada dikamar mama, tempat dimana semalam aku melihat Bagus menggenjot mama diatas ranjang ini.

Mama membantu melucuti daster yang kukenakan, dilanjutkan dengan melepaskan beha yang masih membungkus payudaraku, sehingga kini aku telanjang bulat karna memang sebelumnya celana dalamku sudah dilepas. Kulihat Bagus terpaku memandangi tubuh bugilku, yang membuatku salah tingkah dibuatnya.

“Biasa aja kali gus…” ucapku pada Bagus, yang membuatnya sedikit terkaget.

“Wooww… body kak Indah oke banget lho…apalagi teteknya ini, bulat, padat dan gemesin…mana putingnya merah lagi…ih, jadi gemes …” puji Bagus, seraya meremas-remas payudaraku. Tentu saja itu membuatku berbunga-bunga, walaupun aku sadar kalau lekuk-lekuk tubuhku memang nyaris sempurna. Bukannya aku kepedean atau Ge-eR, tapi teman-temanku SMA juga kerap mengatakan itu, terutama disaat kami renang dengan mengenakan setelan bikini swim-suit.

Menyusul diriku yang sudah bugil, Baguspun juga segera melucuti t-shirtnya, dan mencampakannya begitu saja kelantai. Dan ternyata mama juga melucuti seluruh pakaiannya, hingga praktis kami semua telanjang bulat. Padahal aku mengira mama hanya akan mengantarkan kami kekamarnya, lalu meninggalkan kami berdua didalam kamar ini. Hmm..kalau memang seperti itu, apakah artinya kami akan melakukan seks trisome, atau main bertiga secara bersamaan sebagaimana halnya yang biasa ada diadegan-adegan film porno.

“Mmm… Apakah Mama juga akan berada disini ma…? mmm..maksud aku mama enggak nunggu diluar…?” tanyaku kepada mama, walaupun dengan agak ragu.

“Ya, mama akan tetap menemani kalian dong sayang… mama akan menyaksikan anak-anak tercinta mama saling mengentot.. enggak apa-apa kan… tenang aja deh sayang, pokoknya Bagus akan terlebih dulu ngentotin memek kamu, sampai kamu puas….untuk kali ini, mama sih sisa-sisanya aja deh…..” terang mama.

“Ya sudah kalau memang begitu sih ma….” ujarku.

Sementara itu, Bagus yang sepertinya masih terpesona dengan kemolekan tubuhku, membuat tangannya tak pernah berhenti menggerayangi sekujur area sensitifku, bahkan kini mulai mengenyoti puting susuku bagai anak bayi.

“Ayo, kalian naik keatas ranjang… mau tunggu apa lagi sih… Bagus..aduh kamu itu, koq malah netek terus sama kakakmu sih…. kakakmu kan mau ngerasain sodokan kontol kamu… iya enggak in…” ujar mama, sambil menepuk pantat Bagus. Dan sejurus kemudian, mama mendorong tubuhku hingga aku terjerembab diatas ranjang dengan posisi telentang.

“Agak bergeser kesana sayang…” pinta mama padaku, agar menggeser tubuhku menuju ketengah ranjang. Diikuti dengan mama yang juga naik keatas ranjang, lalu mama yang kini sudah duduk disampingku juga menarik tangan Bagus dengan maksud memintanya untuk juga naik.

Begitu Bagus naik, serta merta mama menggenggam batang penisnya, dan kemudian dikulumnya dengan rakus.

“Oke…Sekarang kamu entot kakakmu… biar dia merasakan batang kontol yang sesungguhnya…” ucap mama, setengah berbisik.

Seperti yang dipinta mama, Bagus duduk bersimpuh diantara kedua pahaku yang memgangkang. Agak berdebar juga perasaanku membayangkan batang penis adikku yang besar dan panjang itu bakalan dihujamkan kedalam liang vaginaku yang selama ini hanya pernah menerima hujaman penis seukuran ibu jari.
Sepuluh batang penis mas Mirza jika digabungpun belum tentu akan sebesar kepunyaan Bagus yang sedang berdiri tegak seperti sekarang ini.

Saking tegangnya, sampai-sampai tanpa sadar tangan kananku memegang tangan mama, dan mamapun menyikapinya menggenggam tanganku, seolah ingin memberi ketenangan padaku.

“Pelan-pelan aja ya gus…” pintaku pada Bagus yang telah mengarahkan ujung kepala penisnya tepat dimuka vaginaku yang menganga.

“Tenang saja in…percayalah, kontol adikmu akan membawamu melayang-layang kesurga yang indah…” ucap mama, sambil tersenyum, dengan tangan kirinya mengusap-usap rambutku.

Ah, aku rasakan batang penis Bagus mulai menelusup masuk kedalam liang vaginaku. Sepertinya baru ujung kepalanya saja, tapi rasanya otot-otot vaginaku bagai mengembang ketat menyesuaikan diri dengan ukuran benda yang melaluinya. Semakin kuat saja tangan mama kuremas.

“Wah, memek kak Indah sempit banget nih… kontol Bagus serasa dijepit….mmm..zzzz…aaahhhh…” ucap Bagus, sambil matanya separuh terpejam, sepertinya dia menikmati itu.

“Wah, kamu dapat rejeki nomplok ya gus…dapet lobang memek yang masih sempit….beruntung sekali kamu..” ujar mama.

“Iya ma… rejeki anak soleh…he..he..he…” ujar Bagus, cengengesan.

“Iya lah, anak soleh kayak kamu memang sudah selayaknya untuk dapat rejeki ngentotin kakak kandungnya ya…hi..hi..hi…” ucap mama.

“Ngentot ibu kandungnya juga ma…he..he..he…” sambung Bagus.

“Pasti dong… anak soleh seperti kamu memang sudah sepantasnya mendapatkan itu semua gus.. itu namanya berkah yang wajib disukuri… hi..hi..hi…” balas mama.

Hmm.. guyonan-guyonan mereka ini memang sungguh vulgar dan nyleneh, namun entah mengapa aku justru suka mendengarnya.

Selang beberapa saat, tiba-tiba Bagus menggenjot penisnya dengan kuat, yang tentu saja membuatku terpekik kaget karena merasa sedikit nyeri.

“Uuuuugghhhhhh…. mamaaaa… memek aku…memek aku jebol nih maaa…aaeeng….Bagus jahaaat..aku bilang pelan-pelan juga….” pekikku, dengan manja, sambil tangan kiriku menepuk-nepuk ranjang. Ya, ampun liang vaginaku benar-benar serasa dihujami benda asing yang besar. Sungguh keterlaluan anak ini, padahal sebelumnya sudah aku ingatkan untuk pelan-pelan.

“Cup..cup..sayang…. Bagus, kamu jangan kasar gitu dong sayang… kan, memek kakakmu belum pernah dientotin sama kontol yang gede kayak punya kamu itu… tau sendiri kan, kontol suaminya itu cuma seupil…. pelan-pelan dong ngentotnya sayang, biar kakakmu beradabtasi dulu, nanti kalau sudah terbiasa pasti dia juga akan minta dientot dengan ganas dan brutal….” tegur mama.

“Ya enggak dengan ganas dan brutal juga kali ma….” protesku.

“Mmm… nanti deh, mama akan tunjukin bagaimana Bagus ngentotin memek mama dengan ganas dan brutal… pasti kamu akan terkesima… tapi yang penting, sekarang biar Bagus ngentotin memek kamu dulu… biar dia mejuin memek kamu… supaya kamu cepat hamil…..” terang mama.

“Oke gus… sekarang kamu boleh entotin memek kakakmu lagi… tapi pelan-pelan dulu aja lho….” perintah mama.

“Oke ma… sory ya kak, soalnya tadi Bagus gemes banget sih sama memek kakak yang sempit ini…..” ucap Bagus, seraya mulai digoyangkan pantatnya maju mundur dengan irama yang lambat.

“mmmmm…aaaahhhh…. iya gus… kalau begini enak gus rasanya….mmmm..nikmaaattt….aaaaaahhhhh….. ternyata enak ya ma dientot sama kontol gede…..aaaahhh….” desahku.

Kini mama berbaring disampingku, dan..Ah, ternyata mama menjilati puting susuku dengan lembut, yang membuatku semakin terlena menikmati permainan ini.
Bagaimana tidak, vaginaku mendapatkan sentuhan batang penis yang besar dan panjang oleh adikku, secara bersamaan ibuku menjilati puting payudaraku, dan..ah, kini mama justru mengulum dan mengenyot-ngenyotinya.

“Aaahhh…. memek kakak legit banget kak….uuuhhh…. kontol Bagus terasa dijepit…uuhhh… “ oceh Bagus, sambil pantatnya bergerak maju mundur.

“Iya gus…kontol kamu juga enak banget… baru kali ini aku ngerasain dientot dengan kontol gede seperti ini….. ooohh..Bagus..adikku sayang… terus entotin kakakmu sayang… uuuuuhhhh…. “ gumamku, sepertinya aku mulai ketularan mereka dalam melontarkan kata-kata yang mesum.

“Iya kak… pokoknya Bagus akan entotin terus memek kakak…. sampai hamil ya kak…sampai bunting…..aaaaghhh…” racau bagus.

“Iya gus..he’eh gus… buntingin kakakmu gus… entotin kakakmu sampai hamil, adikku sayaang….uuuuuhhhh…entotin kakakmu terus ya gus…. mmmhhh…hhh…nikmat nya…..” sambungku, sambil kedua tanganku merangkul kepala mama yang masih “netek” padaku.

Setelah beberapa saat, mama menghentikan kulumannya pada buah dadaku, namun kali ini lidahnya merayap menjilati leherku, dan…Ah, ternyata mama mencium bibirku, akupun hanya diam saja, namun saat lidahnya itu mencoba menelusup masuk kedalam mulutku, aku memalingkan wajah kesamping.

“Jangan ma…” protesku.

Aku tidak pernah membayangkan akan berciuman apalagi berpagutan bibir dengan sesama jenis, kalau hanya sekedar mama mencium bibirku mungkin aku masih bisa terima, tapi kalau harus berpagutan dan saling berpilin lidah, tentu saja aku merasa canggung.

“Enggak apa-apa sayang, kamu nikmatin aja…nanti kamu pasti suka….” ucap mama.

“Tapi aku enggak bisa jadi lesbi ma….” tolakku.

“Mama juga bukan seorang lesbian sayang…. tapi ini rasa sayang dan cinta antara ibu dan anak… mama cinta dan sayang sama kamu, makanya mama sanggup berciumam dengan kamu walau kita sesama jenis…. kamu juga cinta sama mama kan sayang….?” terang mama.

“Iya ma.. pastilah aku cinta dan sayang sama mama…tapi…..”

“Sudahlah, kalau memang kamu sayang dan cinta sama mama, itu artinya kita saling sayang dan saling mencinta… mari kita ungkapkan rasa cinta dan sayang itu dengan cara ini…mmmm.mmmffff…” sambung mama, yang kemudian langsung memagut mulutku.

“Tapi ma….mmmmfffffffhh…”

Akhirnya akupun pasrah, kami saling berpagutan, bahkan mama memain-mainkan lidahnya didalam rongga mulutku, lidah kami saling berpilin, ludah kamipun saling bertukar, bahkan karena posisi mama yang diatas sehingga ludah mama banyak yang terpaksa harus kutelan.

Beberapa saat kemudian mama menghentikan aksinya, menatapku, seraya berkata.

“Gimama, kamu suka sayang…? “ tanya mama, yang aku jawab dengan anggukan kecil.
Dengan jawabanku itu mama tersenyum, lalu kembali memagut mulutku, kali ini aku meresponnya dengan antusias, bahkan tangan kananku merangkul leher mama.

Sementara Bagus masih terus menghujamkan penisnya pada liang vaginaku dengan intensitas gerakan yang masih seperti tadi.

“Buka mulut kamu sayang….” pinta mama, setelah menghentikan pagutannya.
Sebagaimana yang dia perintahkan, aku buka mulutku, walau sebenarnya aku masih belum mengerti apa maksud mama menyuruhku membuka mulut, sebelum akhirnya mulut mama yang tepat berada diatasku melepehkan ludahnya kedalam mulutku.

“Kalau kamu sayang sama mama, kamu boleh meminumnya sayang….” ujar mama.
Glek, tanpa rasa ragu apalagi jijik aku telan ludah mama yang berada dimulutku sampai habis.

“mmmmhh… Kamu memang anak mama yang pinter sayang… “ ucap mama, disusul denggan mengecup bibirku.

“Kamu masih mau lagi kan…?” tawar mama, yang aku jawab dengan senyuman dan anggukan kecil.

“Tapi kali ini, biar adikmu yang meludahi mulutmu ya sayang…” ujar mama, hmm..aku kira mama lagi yang akan meludahi mulutku, namun aku tetap menyetujui saran mama itu.

“Gus… tuh kakakmu mau mencicipi ludah kamu…. ayo kamu ludahin dia sekarang….” pinta mama, kepada Bagus.

Bagus menghentikan sejenak genjotannya, seraya agak menundukan badannya sehingga posisi wajahnya sekitar 20cm diatas wajahku, lalu mulutnya itu agak dimonyongkan sedikit, sebelum akhirnya keluarlah cairan bening dengan sedikit busa putih menetes pelan karena memang teksturnya yang agak kental, yang kemudian tertampung didalam mulutku, sengaja tidak langsung kutelan, barulah setelah Bagus menghentikan “asupannya” kutelan sekaligus seluruhnya. Ah, benar-benar prosesi seks yang ganjil dan menjijikan sebenarnya, tapi entah mengapa aku sungguh menyukai dan menikmatinya.

Baru selesai kumenelan ludah “cairan spesial” itu, tiba-tiba Bagus melumat mulutku dengan rakus, sehingga kamipun saling berpagutan dengan liar.

“Sudah ah… kamu konsentrasi ngentotin memek kakakmu saja, biar mama yang memanjakan mulut kakakmu….” ujar mama, sambil melerai kening Bagus.

Seperti yang dipinta mama, Bagus kembali dengan posisi semula, menggenjot vaginaku dengan posisi duduk.

“Gus… mungkin kamu bisa sedikit menaikan tempo genjotanmu…sepertinya memek kakakmu sudah mulai bisa beradabtasi dengan kontol kamu tuh… bukan begitu in…?” tanya mama.

“Mmm… boleh.. tapi jangan terlalu kenceng sekali ya gus… mmm..maksudnya jangan dengan cara ganas dan brutal seperti yang dikatakan mama tadi….” kawatirku.

“Ooww… tentu saja tidak seperti itu sayang, walaupun mama yakin kamu nanti juga pasti akan selalu minta yang itu kepada adikmu ini….” terang mama.

Kini Bagus mulai menggenjot pantatnya kembali, namun kali ini dengan irama yang lebih cepat dari sebelumnya. Hmm..ternyata memang lebih nikmat dan mantap.

“Gimana sayang..lebih nikmat..?” tanya mama

“Iya ma..rasanya jauh lebih nikmat…lebih mantep….” jawabku, yang dibalas oleh mama dengan kembali memagut mulutku, dan tangan kananku kembali merangkul lehernya.

“Kamu jilatin memek mama ya sayang….” bisik mama ditelingaku, setelah melepaskan pagutannya.

Belum sempat aku menjawab iya atau tidak, mama langsung bangkit dan mengangkangi wajahku.

“Ayo sayang, kamu jilatin memek mamamu…..” pinta mama, sambil kedua tangannya menyibak bibir vaginanya, sehingga isi vaginanya yang merah merekah mengarah tepat didepan wajahku, bahkan nyaris menempel dengan mulutku.

Entah apa yang merasukiku, hingga akhirnya kujulurkan juga lidahku. Daging lunak yang kenyal dengan rasa sedikit asin itu kini mulai kujilati dengan inten, lidahku bergerak-gerak lincah disekujur liang vagina mama.

“Aaaaaahhhhh….. iya sayang…terus jilatin memek mamamu sayang…..aaaaahhh…jilatan lidahmu nikmat sekali in…. uuuhhhh…. lebih dalem sayang…masukin saja lidahmu kedalam lobang memek mama… lobang yang dulu mengeluarkan kamu kedunia ini….uuuhhhh….. kenali lobang memek mamamu sayang… kenali lobang dimana kamu dulu dikeluarkan ke dunia ini… kenali asal-usul kamu…..uuuhhh….” oceh mama.

Yang sebelumnya aku masih agak canggung dan terkesan memaksakan diri, kini aku justru bernafsu, bukan hanya kujilat, bahkan aku mulai menyedot-nyedot vagina mama, atau sesekali kupagut layaknya orang berciuman.

Shhllufftt…shhluufft…cloobb…zzhhrruuffftt…zzhhrruufftt…

“Mmmmm…uuuuhhhhh….sekarang jilatin itil mama sayang…. kenyot-kenyotin itil mama…. sedooott… uuuhhhh…..iyaaaa…..sedaaaap…. enak kan memek mama sayang…. kamu sekarang doyan makanin memek kan sayang…..uuuuuuhhhh…..” racau mama, dengan agak histeris, yang membuatku semakin semangat dan bergairah, ditambah lagi dengan sodokan batang penis Bagus diliang vaginaku yang semakin mantap dan tandas membuatku serasa terbang kealam surgawi, hingga akhirnya aku merasakan puncak kenikmatan yang sungguh mengesankan dan belum pernah kurasakan sebelumnya.

“Aaaaaaaaaaaaahhhhh…. aku keluar maaa…..aaaaauuuugghhhhhh…….mmmmmmffffffhhh…” erangku, lalu kembali kubenamkan mulutku pada vagina mama, sehingga pekikanku tertahan dan hanya pinggulku yang bergerak-gerak liar mengimbangi sodokan penis Bagus. Hingga beberapa saat kemudian akupun terdiam dalam kepuasan.

“Gus…. sekarang kamu entotin mama… entotin mama yang ganas dan brutal… biar kakakmu melihat bagaimana ngentot yang sesungguhnya…..” pinta mama, seraya melompat dari tubuhku, dan berbaring telentang tepat disampingku.

Seperti yang dipinta mama, Bagus segera mencabut penisnya dari dalam vaginaku, dan dengan cepat telah berpindah kedepan selangkangan mama yang terbuka lebar.

“Iya, langsung dientot aja sayang… langsung tancepin kontol kamu kememek mama…..”

Bless… dengan mudah saja Bagus memasukan batang penisnya kedalam vagina mama yang memang sudah basah dengan cairan birahi bercampur air lidahku.

“Langsung kamu gempur yang kuat sayang…entot yang brutal…. biar kakakmu tau… hiyaaaaa….” histeris mama.

“Oke ma….rasakan ini pelacur sialan…. huuhhh…huuhhh…huuhhh…huhhhh…huuhhh…huuuhhh
..huuhh…” ujar Bagus. Wooww..Bagus memaki mama dengan kata pelacur sialan. Dan astaga, dia menggenjot penisnya dengan kecepatan dan kekuatan luar biasa. Kulihat tubuh besar mama sampai bergoyang-goyang seirama hantaman penis Bagus. Wah, bisa jebol kalau begitu vagina mama dibuatnya. Sial, mama justru sangat menikmatinya.

“Ayo terus bangsat…. entot mama kandungmu ini lebih brutal lagi…anak sialaaaan….aaaahhhh…. hancurkan memek mamamu bangsaaatt…. entot teruuuuss….entotin mamamuuuuu….uuuuuhhh…..” Umpat mama, yang tampaknya semakin histeris saja. Ah, benar-benar persetubuhan yang brutal dan mendebarkan.

Brroottt…brroott…brrooott… brroott…
Plak..plak…plak…plak…

“Iya perempuan lacur…. nih rasakan kontol anakmu…dasar pelacur kotor doyan dientotin anaknya… huhhh…huhhh…huhh..huhh…” balas Bagus dengan tak kalah kotor umpatan yang keluar dari mulutnya. Kulihat tubuh kekar Bagus tampak berkilat karna peluh yang membasahi tubuhnya. Ah, betapa gagahnya dia.

“Aaaaaaahhhhh….guuusss….mama keluar sayang….aaahhhhh….ngentoooottt…..ngentooott… enak bangeeeetttt….aaaaaahhhhh….bajingaaaaaannn……” pekik mama. Wooww..sungguh orgasme yang memukau, dan liar.

Selang beberapa saat, mamapun hanya terdiam tak berdaya. Tubuhnya tampak lunglai tanpa perlawanan, hanya bergerak-gerak mengikuti gempuran penis Bagus. Namun setelah itu Baguspun menghentikan gerakannya.

“Ma… mama nungging ma… Bagus mau entotin lobang pantat mama….” pinta Bagus. Astaga, apa aku tidak salah dengar. Bagus meminta untuk anal seks dengan mama. Apakah memang mereka sering melakukan itu. Ah, bisa jadi memang itu merupakan salah satu kegemaran mereka, dan biasa mereka lakukan.

Tak lama setelah itu, mama yang sudah tergeletak malas berusaha merubah posisi tubuhnya, hingga kini mama berposisi menungging disampingku, dengan wajahnya miring kearahku.

Bagus yang berada dibelakang mama memandangi sejenak kearah anus mama. Diremas-remas dan sesekali ditampar-tampar buah pantatnya, dan..Ah, tanpa rasa jijik Bagus menjilati liang anus mama, ya, lubang yang semestinya adalah akses keluarnya kotoran itu dijilatinya dengan rakus.

Kulihat mama tersenyum kearahku.

“Ini termasuk sesi yang tak pernah kami lewatkan in…anal-seks, atau ngentot lubang anus, benar-benar nikmat dan melenakan… suatu saat pasti kamu juga akan menikmatinya nanti…dan mama yakin kamu akan keranjingan minta dianal sama adikmu….” terang mama, tentu saja perkataan mama itu membuatku terkejut sekaligus penasaran.

“Oke ma… siap ya ma….” ujar Bagus, sambil mengarahkan batang penisnya tepat didepan anus mama.

“iya gus… kamu bisa langsung entot dubur mama sayang…. tapi ingat, saat kamu klimaks nanti, kamu harus keluarkannya didalam memek kakakmu… karna misi utama kamu membuat kak Indah hamil….” terang mama.

“Siap ma… Bagus paham deh…” ujar Bagus, bersamaan dengan itu Bagus menghujamkan penis besarnya kedalam lubang pelepasan mama. Kulihat mama meringis sebentar saat tusukan awal batang penis Bagus memembus anusnya, namun setelahnya mama hanya tersenyum kearahku.

“Zzzzzz….aaaahhh…. legitnya lubang anus mama….uuuuhhh… pantat gede kayak gini memang paling enak dientot lobang bo’olnya…uuuhhhh…” oceh Bagus, sambil menggoyangkan bokongnya maju mundur, namun kali ini lebih halus dan rileks, tidak brutal seperti tadi. Hmm..sepertinya Bagus begitu menikmati, itu dapat dilihat dari ekspresinya yang sesekali memejamkan mata dengan menggigit bibir bagian bawahnya. Meresapi sekali dia. Sedangkan mama yang memang sudah mencapai puncak kenikmatannya tadi sepertinya hanya pasif saja, tanpa memberikan ekspresi yang berlebihan, kecuali hanya sesekali mendesah, lalu tersenyum kearahku.

“Aaaaaaahhh… kayaknya aku udah mau keluar nih ma…..” ucap Bagus, setelah sekitar lima menit menganal mama.

“Cepat gus, seperti yang mama bilang tadi… kamu keluarin didalam memek Kak Indah…” ucap mama, bersamaan dengan itu mama memajukan tubuhnya kedepan sehingga dengan sendirinya batang penis Bagus yang berada didalam liang anusnya tercabut keluar.

“Tunggu sebentar gus… “ ucap mama, seraya mengambil sebuah bantal yang ada disitu, yang kemudian diletakannya dibawah pantatku, dengan sendirinya posisi vaginaku menjadi menyembul keatas.

“Ini posisi yang ideal untuk dipejuin…. oke gus..sekarang bisa kamu mulai…”ujar mama.

Bless… sekali sodok, batang penis yang sebelumnya berpenetrasi didalam lubang pembuangan mama, kini telah berada didalam vaginaku.

Hanya beberapa kali genjot, Bagus mengerang keras, yang mengindikasikan dirinya telah mencapai puncak kenikmatan.

“Aaaaaaahhhh….Bagus keluar kak…..uuuuuuuuhhhhh……” erang Bagus. Yang bersamaan dengan itu kurasakan semburan sperma adikku ini menyirami rahimku. Ah, sungguh beda sekali dengan semburan sperma mas Mirza yang hanya meleleh, lalu kemudian keluar lagi melalui sela-sela vaginaku. Semburan Bagus ini begitu mantap dan dapat kurasakan dengan jelas hangatnya air mani menyirami rahimku.

“Semoga cepat hamil ya sayang….” ucap mama, sambil menepuk-nepuk pelan perutku.

“Dan ingat ya gus… jangan cabut kontol kamu dulu sebelum setengah jam… mama tidak mau peju kamu ada yang terbuang percuma… untuk sementara biarkan kontol kamu yang menyumbatnya…” terang mama.

“Beres ma…” jawab Bagus.

“Gimana gus… enak memek kakakmu…?” tanya mama, disela-sela istirahat kami.

“Enak dong ma…” jawab Bagus, yang kini berbaring diatas tubuhku, sehingga sesekali kami melakukan ciuman-ciuman lembut yang menambah kemesraan kami.

“Enak mana sama memek mama….?” goda mama, yang berbaring disamping kami.

“Waduh, gimana ya… sulit jawabnya.. masing-masing punya kelebihan tersendiri… mmm..kalau memek kak Indah sempit menggigit, sedangkan memek mama, legit dan ada empot-empotnya gitu…” terang Bagus.

“Ah, bisa aja kamu… tapi kalau kamu disuruh pilih, mau pilih yang mana….?” tanya mama lagi.

Bagus anak bungsu, dan kami memang memperlakukannya dengan sedikit manja sedari kecil, sehingga sampai sekarangpun bila dengan mama dan aku terkadang sikapnya masih manja seperti anak-anak, namun itu sebatas dengan aku dan mama saja, diluar itu dia adalah lelaki yang selalu bersikap dewasa, terutama sejak ditinggal papa, sehingga dia merasa memiliki tanggung jawab moral sebagai pelindung dirumah menggantikan sosok papa.

“Aduh.. mama ada-ada aja deh… mau jawab gimana nih… mmm..baiklah, berhubung kak Indah sudah punya suami, aku tentu pilih mama aja dong…sekarang kan aku suami mama…” terang Bagus.

“Iya dong… mulai pertama kamu ngentotin mama, semenjak itu pula kamu adalah suami mama…. “ ujar mama.

“Wah, ternyata suami istri nih… berarti aku apanya dong…. selingkuhannya ya….hi..hi..hi… maaf ya ma, aku sudah nyelingkuhin suami mama….hi..hi..hi.. ” godaku. Dan kamipun tertawa bersama didalam kebahagiaan keluarga.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page